Blog

BELALANG

AYAT :

فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُفَصَّلَاتٍ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ

QS. Al A’raf, 133 : Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.

خُشَّعًا أَبْصَارُهُمْ يَخْرُجُونَ مِنَ الْأَجْدَاثِ كَأَنَّهُمْ جَرَادٌ مُنْتَشِرٌ
QS. Al Qamar, 7 : Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.


KISAH :

1. KISAH BELALANG DAN FIR’AUN

Belalang merupakan salah satu jenis serangga. Dalam salah satu ayat Al Qur'an, belalang dikaitkan dengan musibah yang menimpa masyarakat Mesir sebagai bentuk mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Musa.

Muhammad bin Ishaq menuturkan, "Si musuh Allah, Fir’aun, pulang dengan menerima kekalahan kala para tukang sihir beriman. Namun, ia tetap saja kafir dan hanyut dalam kejahatan. Allah menimpakan sejumlah tanda-tanda kebesaran padanya, menimpakan kemarau berkepanjangan kepadanya, mengirim topan, disusul belalang, kemudian kutu, setelah itu katak, berikutnya darah, sebagai tanda-tanda yang jelas. Allah mengirim topan—yaitu air bah—hingga meluap di permukaan bumi, setelah itu menggenang dan tidak mengalir, hingga mereka tidak bisa mengolah tanah atau berbuat apa pun, mereka akhirnya lemah kelaparan.

Setelah semua itu menimpa, “Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata, Wahai Musa! Mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu sesuai dengan janjiNya kepadamu. Jika engkau dapat menghilangkan azab itu dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan pasti akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu’ .” (Al A’raf: 134).

Musa kemudian berdoa kepada Rabb-nya, lalu Allah menghilangkan semua itu dari mereka. Namun, karena mereka ingkar janji, Allah kemudian mengirim belalang kepada mereka. Belalang-belalang memakan pepohonan seperti disebutkan dalam riwayat yang sampai kepada saya (Ibnu Katsir), bahkan memakan pancang-pancang pintu rumah yang terbuat dari besi, juga menghinggapi rumah dan tempat-tempat tinggal mereka. Setelah itu mereka kembali mengucapkan kata-kata dan janji yang sama. Musa lalu berdoa kepada Allah, Allah kemudian menghilangkan belalang. Namun, mereka tidak memenuhi janji itu. Allah kemudian mengirim kutu kepada mereka. Disampaikan kepada saya, Musa diperintahkan untuk menghampiri sebuah gundukan tanah lalu memukulkan tongkat ke gundukan tersebut. Musa kemudian menghampiri sebuah gundukan tanah besar dan memukulnya dengan tongkat, lalu gundukan tanah tersebut tumpah menjadi kutu-kutu, hingga memenuhi rumah-rumah dan makanan, membuat mereka tidak bisa tidur dan tinggal dengan nyaman.

Setelah mengalami kesulitan dan kesusahan, mereka kembali mengucapkan kata-kata dan janji yang sama. Musa berdoa kepada Rabbnya, lalu Allah menghilangkan kutu-kutu itu, namun mereka sama sekali tidak menepati janji. Akhirnya Allah mengirim katak yang memenuhi isi rumah, makanan dan wadah. Ketika seseorang membuka baju ataupun makanan, pasti ada katak di sana.

Setelah mengalami kesulitan dan kesusahan, mereka kembali mengucapkan kata-kata dan janji yang sama. Musa berdoa kepada Rabbnya, lalu Allah menghilangkan katak-katak itu, namun mereka sama sekali tidak menepati janji. Akhirnya Allah mengirim darah. Air milik keluarga Fir’aun berubah menjadi darah, mereka tidak mengambil air dari sumur ataupun sungai. Setiap kali menciduk air, air pasti berubah menjadi darah segar. Zaid bin Aslam mengatakan, "Yang dimaksud darah adalah darah mimisan.” (HR. Ibnu Abi Hatim).

Allah SWT berfirman, "Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata, Wahai Musa! Mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Jika engkau dapat menghilangkan azab itu dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan pasti akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu Tetapi setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang harus mereka penuhi ternyata mereka ingkar janji. Maka Kami hukum sebagian di antara mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka di laut karena mereka telah mendustakan ayat-ayat Kami dan melalaikan ayat-ayat Kami’.” (Al A'raf: 134-136).

Allah mengabarkan tentang kekafiran, kesombongan, dan sikap mereka yang terus berada dalam kesesatan dan kebodohan, merasa tinggi hati untuk mengikuti ayat-ayat Allah dan membenarkan rasul-Nya, meski ia dikuatkan dengan mukjizat-mukjizat agung dan nyata, hujah-hujah sempurna dan mengalahkan, yang Allah perlihatkan di hadapan mata mereka, dan Allah jadikan sebagai bukti.

Setiap kali mereka melihat suatu tanda kebesaran dengan mata kepala, hingga membuat mereka tertimpa kesusahan, mereka bersumpah dan berjanji kepada Musa, jika hukuman tersebut dihilangkan dari mereka, mereka akan beriman padanya, dan melepaskan Bani Israil bersamanya.

Setiap kali tanda kebesaran tersebut dihilangkan dari mereka, mereka kembali pada keburukan seperti sedia kala, berpaling dari kebenaran yang disampaikan Musa dan tidak mau memedulikannya. Allah kemudian mengirim tanda kebesaran lain yang lebih keras dan lebih kuat dari sebelumnya, mereka kemudian berkata dan berjanji, tapi mereka dustakan dan ingkari. “Jika engkau dapat menghilangkan azab itu dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan pasti akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu,” Allah kemudian menghilangkan siksa yang amat merugikan itu dari mereka, tapi lagi-lagi, mereka kembali pada kebodohan.

Allah Yang Maha Agung, Sabar, dan Kuasa memberi mereka waktu, dan tidak buru-buru menimpakan siksa pada mereka, cukup memberikan ancaman pada mereka. Selanjutnya setelah hujah tegak dan alasan telah disampaikan kepada mereka, Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan dari yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa, menjadikan mereka sebagai pelajaran, peringatan, dan pendahulu bagi orang-orang kafir serupa, juga sebagai contoh bagi hamba-hamba mukmin yang mau memetik pelajaran dari mereka.

Seperti yang Allah sampaikan dalam surah Az-Zukhruf, “Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka dia (Musa) berkata, ‘Sesungguhnya, aku adalah utusan dari Rabb seluruh alam.’ Maka ketika dia (Musa) datang kepada mereka membawa mukjizat-mukjizat Kami, seketika itu mereka menertawakannya. Dan tidaklah Kami perlihatkan suatu mukjizat kepada mereka kecuali (mukjizat itu) lebih besar dari mukjizat-mukjizat (yang sebelumnya). Dan Kami timpakan kepada mereka azab agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Dan mereka berkata, Wahai tukang sihir! Berdoalah kepada Rabbmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) akan menjadi orang yang mendapat petunjuk.’Maka ketika Kami hilangkan azab itu dari mereka, seketika itu (juga) mereka ingkar janji. Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; apakah kamu tidak melihat? Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? Maka mengapa dia (Musa) tidak dipakaikan gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?’ Maka (Fir’aun) dengan perkataan itu telah memengaruhi kaumnya, sehingga mereka patuh kepadanya. Sungguh, mereka adalah kaum yang fasik. Maka ketika mereka membuat Kami murka. Kami hukum mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian’.” (Az-Zukhruf: 46-56).

*(source: KISAH PARA NABI, IBNU KATSIR, UMMUL QURA, 2015)

*****

2. KISAH BELALANG EMAS NABI AYYUB

Nabi Ayyub berasal dari Rum (Romawi), beliau adalah Ayyub bin Mush bin Razah bin Al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ishaq dalam kitab Tarik Ath-Thabari. Ada juga ulama yang menyebutkan bahwa nama beliau adalah Ayyub bin Mush bin Raghwil bin Al-‘Ish bin Ishaq bin Ya’qub. Ibnu ‘Asakir menyebutkan bahwa ibu dari Nabi Ayyub adalah puteri Nabi Luth ‘alaihis salam. Istri beliau sendiri adalah Layaa binti Ya’qub. Sedangkan yang paling masyhur, nama istri beliau adalah Rahmah binti Afraim bin Yusuf bin Ya’qub.  (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, 1: 506)

Nabi Ayyub alaihissalam adalah salah seorang nabi yang kaya raya. Beliau tinggal di desa Batsaniah salah satu desa di daerah Hauran, yang terletak di antara kota Damaskus dan Adzri’at Yordania. Allah memberinya kekayaan yang besar, tanah luas dan subur, kesehatan, harta benda dan anak yang banyak. Beliau selalu bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang Dia berikan. Beliau mencintai sesama hamba Allah, berbuat baik kepada fakir miskin, menyantuni anak yatim dan para janda, memuliakan tamu dan selalu menyambung kekerabatan.

Mulanya Nabi Ayub ‘alaihissalam seorang yang sehat walafiat tak kurang suatu apa pun. Namun kemudian Allah menurunkan ujian penyakit kepadanya. Beliau juga seorang yang kaya raya. Kemudian Allah mengujinya dengan kefakiran. Beliau memiliki keluarga dan banyak keturunan. Kemudian Allah mengambil semuanya kecuali istri dan dua orang saudaranya. Meski melewati sederet ujian panjang, beliau tetap bersabar, tetap tegar, tak pernah mengeluh, tak pernah resah dan gelisah, apalagi gundah dan marah, hingga Allah kembali memberikan jalan kesembuhan atas penyakit yang dideritanya, mengembalikan semua harta dan anak-anaknya, dan mengeluarkannya dari berbagai kemelut serta keterpurukan.

Nabi Ayyub ‘alaihis salam disebutkan bersama nabi lainnya pada ayat,

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآَتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisaa’: 163)

Dulunya Nabi Ayyub terkenal sangat kaya dengan harta yang berlimpah ruah, contohnya saja sapi, unta, kambing, kuda dan keledai dalam hal jumlah tak ada yang bisa menyainginya. Beliau juga memiliki tanah yang luas di negeri Batsniyyah yang termasuk daerah Huran. (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, 1: 507 dan Tafsir Al-Baghawi, 17: 176)

Allah juga memberikan kepada beliau karunia berupa keluarga dan anak laki-laki dan perempuan. Ayyub sangat terkenal sebagai orang yang baik, bertakwa, dan menyayangi orang miskin. Beliau juga biasa memberi makan orang miskin, menyantuni janda, anak yatim, kaum dhuafa dan ibnu sabil (orang yang terputus perjalanan). Beliau adalah orang yang rajin bersyukur atas nikmat Allah dengan menunaikan hak Allah. (Lihat Tafsir Al-Baghawi, 17: 176)

Setelah itu Nabi Ayyub diuji penyakit yang menimpa badannya, juga mengalami musibah yang menimpa harta dan anaknya, semua pada sirna. Ia pun terkena penyakit kulit, yaitu judzam (kusta atau lepra). Yang selamat pada dirinya hanyalah hati dan lisan yang beliau gunakan untuk banyak berdzikir pada Allah sehingga dirinya terus terjaga. Semua orang ketika itu menjauh dari Nabi Ayyub hingga ia mengasingkan diri di suatu tempat. Hanya istrinya sajalah yang mau menemani Ayyub atas perintahnya. Sampai istrinya pun merasa lelah hingga mempekerjakan orang lain untuk  mengurus suaminya. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 349)

As-Sudi menceritakan pula bahwa Nabi Ayyub menderita sakit hingga terlihat sangat-sangat kurus tanpa daging, hingga urat syaraf dan tulangnya terlihat. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 349)

Ketika setan menggodanya saat beliau tertimpa musibah, Nabi Ayyub ‘alaihis salam menyatakan,

الحَمْدُ للهِ الذِّي هُوَ أَعْطَاهَا وَهُوَ أَخَذَهَا

“Segala puji bagi Allah. Dialah yang memberi, Dialah pula yang berhak mengambil.”  Lalu Nabi Ayyub juga menyebutkan bahwa dia tidak memiliki harta dan jiwa sama sekali. (Lihat Tafsir Al-Baghawi, 17: 177)

Berapa lama Nabi Ayyub menjalani musibah?

Ibnu Syihab mengatakan bahwa Anas menyebutkan bahwa Nabi Ayyub mendapat musibah selama 18 tahun. Wahb mengatakan selama pas hitungan tiga tahun. Ka’ab mengatakan bahwa Ayyub mengalami musibah selama 7 tahun, 7 bulan, 7 hari. Al-Hasan Al-Bashri menyatakan pula selama 7 tahun dan beberapa bulan. (Lihat Tafsir Al-Baghawi, 17: 181, juga lihat riwayat-riwayat dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 351).

Namun Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah menyatakan bahwa penyebutan jenis penyakitnya secara spesifik dan lamanya beliau menderita sakit sebenarnya berasal dari berita israiliyyat. (Lihat Adhwa’ Al-Bayan, 4: 852)

Saat mengurus dan membawa bekal pada beliau, istrinya sampai pernah bertanya kepada Nabi Ayyub yang sudah menderita sakit sangat lama, “Wahai Ayyub andai engkau mau berdoa pada Rabbmu, tentu engkau akan diberikan jalan keluar.” Nabi Ayyub menjawab, “Aku telah diberi kesehatan selama 70 tahun. Sakit ini masih derita yang sedikit yang Allah timpakan sampai aku bisa bersabar sama seperti masa sehatku yaitu 70 tahun.” Istrinya pun semakin cemas. Akhirnya karena tak sanggup lagi, istrinya mempekerjakan orang lain untuk mengurus suaminya sampai memberi makan padanya. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 349-350)

Tentang kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam disebutkan dalam ayat berikut ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآَتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84)

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya: “(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 83-84)

Setelah Nabi Ayyub ‘alaihis salam sabar menghadapi cobaan dan doa beliau terkabul, akhirnya beliau diberi kembali istri dan anak seperti yang dulu ada.

Disebutkan bahwa Nabi Ayyub mendapatkan ganti istri yang lebih muda dan memiliki 26 anak laki-laki. Wahb mengatakan bahwa beliau memiliki sembilan puteri dan tiga putera. Ibnu Yasar menyatakan bahwa anak beliau adalah tujuh putera dan tujuh puteri. (Lihat Tafsir Al-Baghawi, 17: 185)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengungkapkan bahwa keluarga dan hartanya kemudian kembali. Allah karuniakan lagi pada Nabi Ayyub keluarga dan harta yang banyak. Itu semua disebabkan kesabaran dan keridhaan beliau ketika menghadapi musibah. Inilah balasan yang disegerakan di dunia sebelum balasan di akhirat kelak. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 556)

Al-Hasan Al-Bashri dan Qatadah mengatakan, “Allah Ta’ala menghidupkan mereka kembali untuknya dan menambahkan orang-orang yang semisal mereka.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 430. Riwayatnya dikeluarkan oleh Imam Ath-Thabari dengan sanad yang shahih)Kesembuhan Nabi Ayyub sendiri disebutkan dalam ayat berikut,

وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ (41) ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ (42) وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ (43) وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (44)

“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (QS. Shaad: 41-44)

Allah begitu penyayang, memerintah Ayyub untuk beranjak dari tempatnya. Tiba-tiba air memancar serta memerintahkannya untuk mandi, hingga hilanglah seluruh penyakit yang diderita tubuhnya. Kemudian Allah memerintahkannya lagi untuk menghentakkan tanah yang lain dengan kakinya, maka muncul pula mata air lain, lalu Allah memerintahkannya untuk minum air tersebut hingga seluruh penyakit dalam batinnya, sehingga sempurnalah kesehatan lahir dan batinnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا فَخَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ ، فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْتَثِى فِى ثَوْبِهِ ، فَنَادَاهُ رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ ، أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى قَالَ بَلَى وَعِزَّتِكَ وَلَكِنْ لاَ غِنَى بِى عَنْ بَرَكَتِكَ

“Di saat Ayyub mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba jatuhlah seekor belalang dari emas. Lalu Ayyub ‘alaihis salam mengantonginya di bajunya, maka Allah berfirman, “Bukankah aku telah mencukupimu dari apa yang engkau lihat?” Ayyub ‘alaihis salam menjawab, “Betul, wahai Rabbku. Akan tetapi aku tidak akan merasa cukup dari berkah-Mu.” (HR. Bukhari, no. 279)

Adapun ayat,

وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ

“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah.” Dahulu Nabi Ayyub ‘alaihis salam pernah marah kepada istrinya atas satu perkara yang dilakukan sang istri.

Satu pendapat mengatakan bahwa istrinya telah menjual tali pengekangnya dengan sepotong roti untuk memberikan makan kepadanya, lalu dia mencela istrinya dan bersumpah bahwa jika Allah Ta’ala menyembuhkan dirinya, niscaya dia akan memukul istrinya sebanyak seratus kali.

Pendapat lain menyatakan bahwa ketika Allah menyembuhkan Nabi Ayyub ‘alaihis salam, beliau tidak melakukan sumpahnya karena bakti dan kasih sayang istrinya yang begitu tinggi pada Nabi Ayyub. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan kepada Ayyub untuk mengambil seikat rumput yang berjumlah seratus helai, lalu dipukulkan kepada istrinya satu kali, sehingga selesailah ia dalam menunaikan nazarnya. Ketika itu penunaian nazar diberikan keringanan karena kafarah (tebusan) nazar di syariat Nabi Ayyub belum ada. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 430-431)

Beberapa pelajaran dari kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam:

Pelajaran #01

Jadi kaya yang bersyukur dan rajin berderma, jadi miskin yang bersabar.

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Pelajaran #02

Lihatlah Nabi Ayyub ‘alaihis salam tidak jadi sombong dengan kekayaan yang ia miliki. Karena kekayaan itu sebenarnya ujian.

Dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata, “Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menuliskan surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari yang isinya:

“Merasa cukuplah (qana’ah-lah) dengan rezeki dunia yang telah Allah berikan padamu. Karena Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) mengaruniakan lebih sebagian hamba dari lainnya dalam hal rezeki. Bahkan yang dilapangkan rezeki sebenarnya sedang diuji pula sebagaimana yang kurang dalam hal rezeki. Yang diberi kelapangan rezeki diuji bagaimanakah ia bisa bersyukur dan bagaimanakah ia bisa menunaikan kewajiban dari rezeki yang telah diberikan padanya.” (HR. Ibnu Abi Hatim. Dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4: 696)

Pelajaran #03

Ingatlah kekayaan itu titipan ilahi. Kalau dipahami demikian, maka sewaktu-waktu ketika kenikmatan dunia tersebut diambil, tentu kita tidak akan terlalu sedih.

Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Ummu Sulaim (ibu dari Anas bin Malik, yang bernama asli Rumaysho atau Rumaisa) ketika berkata pada suaminya, Abu Thalhah. Saat itu puteranya meninggal dunia, Rumaysho malah menghibur suaminya di malam hari dengan memberi makan malam dan berhubungan intim. Setelah suaminya benar-benar puas, ia mengatakan,

يَا أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ قَالَ لاَ قَالَتْ فَاحْتَسِبِ ابْنَكَ

“Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Tholhah menjawab, “Tidak (artinya: boleh saja ia ambil, -pen).” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.” (HR. Muslim, no. 2144)

Pelajaran #04

Sakit dan ujian akan menghapus dosa. Sehingga kita butuh menahan diri untuk sabar karena mengetahui keutamaan ini.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari, no. 5660 dan Muslim, no. 2571)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada masa depan), sedih (akan masa lalu), kesusahan hati (berduka cita) atau sesuatu yang menyakiti sampai pada duri yang menusuknya, itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573. Lihat Syarh Shahih Muslim, 16: 118 dan Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 1: 491)

Sabar bagaimana yang dilakukan?

Kata Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani hafizahullah, sabar yang berpahala dilakukan dengan (1) ikhlas karena Allah, (2) mengadu pada Allah, bukan mengadu pada manusia, (3) sabar di awal musibah. (Muqowwimaat Ad-Daa’iyah An-Naajih, hlm. 201)

Pelajaran #05

Penyakit tak menghalangi dari dzikir dan menjaga hati. Lihatlah Nabi Ayyub terus menggunakan lisannya untuk berdzikir walau sedang dalam keadaan sakit.

Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ »

“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Pelajaran #06

Setiap orang diuji sesuai tingkatan iman. Lihat hadits berikut yang disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad,

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ « الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ مِنَ النَّاسِ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ صَلاَبَةٌ زِيدَ فِى بَلاَئِهِ وَإِنَ كَانَ فِى دِينِه رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ وَمَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِىَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »

Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia pernah berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Manusia manakah yang paling berat cobaannya?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Para Nabi lalu orang shalih dan orang yang semisal itu dan semisal itu berikutnya. Seseorang itu akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Jika imannya semakin kuat, maka cobaannya akan semakin bertambah. Jika imannya lemah, maka cobaannya tidaklah berat. Kalau seorang hamba terus mendapatkan musibah, nantinya ia akan berjalan di muka bumi dalam keadaan tanpa dosa.”  (HR. Ahmad, 1: 172. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Pelajaran #07

Kalau ingin kuatkan sabar, ingatlah cobaan yang lebih berat yang menimpa para Nabi.

Dari ‘Abdurrahman bin Saabith Al-Qurosyi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أُصِيبَ أَحَدُكُمْ بِمُصِيبَةٍ، فَلْيَذْكُرْ مُصِيبَتَهُ بِي، فَإِنَّهَا أَعْظَمُ الْمَصَائِبِ عِنْدَهُ

“Jika salah seorang di antara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpa diriku. Musibah padaku tetap lebih berat dari musibah yang menimpa dirinya.” (HR. ‘Abdurrozaq dalam mushannafnya, 3: 564; Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 7: 167. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1106. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih karena berbagai syawahid atau penguat)

Pelajaran #08

Musibah yang menimpa kita masih sangat sedikit dari nikmat yang telah Allah beri.

Coba ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Ayyub ‘alaihis salam pada istrinya, “Aku telah diberi kesehatan selama 70 tahun. Sakit ini masih derita yang sedikit yang Allah timpakan sampai aku bisa bersabar sama seperti masa sehatku yaitu 70 tahun.”

Pelajaran #09

Setan bisa saja mencelakai badan, harta dan keluarga seperti yang disebutkan dalam kisah Nabi Ayyub dalam surat Shad,

وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ

“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (QS. Shaad: 41) (Lihat pembahasan Syaikh Asy-Syinqithi dalam Adhwa’ Al-Bayan, 4: 851)

Pelajaran #10

Lepasnya musibah dengan doa. Itulah yang terjadi pada Nabi Ayyub, ia memohon pada Allah untuk diangkat musibah yang menimpa dirinya,

أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya’: 83)

Dalam surat Shaad disebutkan,

أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ

“Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (QS. Shaad: 41)

Pelajaran #11

Kalau ingin mengadukan hajat dan kesusahan, adukanlah pada Allah, bukan mengadu pada makhluk. Itulah yang dimaksud dengan ayat,

فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا

“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (QS. Al-Ma’arij: 5). Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa sabar yang baik (indah) di sini yang dimaksud adalah sabar tanpa merasa putus harapan dan tanpa mengeluhkan pada selain Allah. (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 9: 180)

Pelajaran #12

Menyanjung Allah dalam doa dan bertawassul dengan asmaul husna. Lihatlah yang disebutkan dalam isi doanya, menunjukkan bahwa ia meminta pada Allah karena sangat-sangat butuh.

Juga dalam doanya diajarkan untuk berdoa dengan asmaul husna sebagaimana yang diajarkan pula dalam ayat,

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)

Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam tafsirnya (hlm. 319), doa yang dimaksud mencakup doa ibadah dan doa mas’alah. Hendaklah ketika berdoa bisa menyesuaikan asmaul husna dengan isi permintaan. Mislanya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Ya Allah yang Maha Menerima Taubat, terimalah taubatku”, dan semisal itu.

Pelajaran #13

Meskipun Nabi Ayyub terus sakit, istri Nabi Ayyub tetap mengabdi pada suaminya. Maka sampai ada nazar yang mesti ditunaikan pada istrinya dengan 100 kali pukulan, Nabi Ayyub tidak tega melakukannya karena saking sayang pada istrinya yang benar-benar telah berbakti pada suami.

Sebagian istri kadang tidak tahan dalam hal ini, bahkan sifatnya pembangkang ketika suaminya sehat ataukah sakit padahal taat dan mengabdi pada suami adalah jalan menuju surga.Lihatlah hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad, 1: 191 dan Ibnu Hibban, 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Lihat juga hadits dari Al-Hushoin bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad, 4: 341 dan selainnya. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1933)

Pelajaran #14

Boleh mandi telanjang. Hadits Nabi Ayyub yang mandi telanjang telah dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya dengan membawakan judul bab,

مَنِ اغْتَسَلَ عُرْيَانًا وَحْدَهُ فِى الْخَلْوَةِ ، وَمَنْ تَسَتَّرَ فَالتَّسَتُّرُ أَفْضَلُ

“Siapa yang mandi dalam keadaan telanjang seorang diri di kesepian, namun siapa yang menutupi diri ketika itu, maka lebih afdhal.”

Pelajaran #15

Nazar itu wajib dipenuhi sebagaimana sumpah. Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya,

إِنَّ الأبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (٥)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (٦)يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧)

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan: 5-7)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)

Pelajaran #16

Selalu ada jalan keluar bagi orang yang bertakwa. Kala Nabi Ayyub berat menjalankan nazar, Allah Ta’ala memberikan jalan keluar dengan diberikan keringanan karena saat itu belum ada syariat penunaian kafarah (tebusan untuk nazar). Dalam ayat disebutkan,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Pelajaran #17

Siapa yang tidak kuat menjalani hukuman hadd karena dalam keadaan lemah, maka hukuman tersebut tetap ditunaikan. Karena tujuannya agar pelanggaran tersebut tidak dilakukan lagi. Hukuman tersebut tujuannya bukan untuk menghancurkan atau membinasakan. (Lihat Qishash Al-Anbiya’ karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 229)

Pelajaran #18

Ingatlah dengan kesabaran ketika kehilangan harta, keluarga dan anak, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Yang diucapkan ketika mendapatkan musibah adalah: INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik].

Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim, no. 918)

Pelajaran #19

Bukti sabar, masih mengucapkan alhamdulillah ketika mendapat musibah. Yang dicontohkan oleh Nabi Ayyub ‘alaihis salam ketika mendapatkan musibah, beliau mengucapkan, “Segala puji bagi Allah. Dialah yang memberi, Dialah pula yang berhak mengambil.”

Tingkatan orang menghadapi musibah ada empat yaitu: (1) lemah, yaitu banyak mengeluh pada makhluk, (2) sabar, hukumnya wajib, (3) ridha, tingkatannya lebih daripada sabar, 4) bersyukur, ketika menganggap musibah itu suatu nikmat. (‘Iddah Ash-Shabirin, hlm. 81)

Pelajaran #20

Kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam adalah sebagai pelajaran dan beliau bisa dijadikan teladan. Allah memberikan kita ujian dan musibah, bukan berarti Allah ingin menghinakan kita. Nabi Ayyub bisa dicontoh dalam hal sabar menghadapi takdir Allah yang menyakitkan. Allah menguji siapa saja yang Allah kehendaki dan semua itu ada hikmah-Nya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 352)

Pelajaran #21

Nabi Ayyub adalah orang penyabar, ia bersabar ikhlas karena Allah. Beliau juga adalah hamba yang baik dalam hal ‘ubudiyah (peribadahan). Ini terlihat dari keadaan beliau ketika lapang dan ketika berada dalam keadaan susah. Beliau juga adalah orang yang benar-benar kembali pada Allah, beliau pasrahkan urusan dunia dan akhiratnya, beliau juga adalah orang yang rajin berdzikir dan berdoa, serta punya rasa cinta yang besar pada Allah. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 757)

Karenanya Allah memuji Nabi Ayyub ‘alaihis salam,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ

“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (QS. Shaad: 44)

Semoga jadi pelajaran berharga bagi kita semua.*

*****

FAKTA ILMIAH :

Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat.

Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.

Belalang lebih menyukai kawasan alam terbuka yang lembah dengan banyak rumput serta tanaman rendah lainnya, meskipun beberapa spesies lainnya hidup di hutan ataupun hutan blantara. Beberapa lainnya berada di tebing, tanah, dan bebatuan lembap berlumut dan mengkonsumsi lumut.

Banyak spesies belalang yang hidup di padang rumput sering menyerang ladang petani sekitar. Populasi belalang yang berlebih akan sangat merugikan petani jika menyerang tanaman di perkebunan.

Pada beberapa negara, belalang dikonsumsi sebagai sumber protein. Misalnya pada Meksiko bagian selatan, chapulines disukai karena kandungan protein, mineral, dan vitaminnya yang tinggi. Belalang biasanya dikumpulkan saat senja, dengan bantuan lampu atau senter, menggunakan jaring sapu. Selanjutnya belalang dimasukkan air selama 24 jam, kemudian bisa dimakan mentah atau dengan cara direbus, dikeringkan dengan matahari, digoreng, diberi bumbu seperti bawang putih, bawang merah, cabai, diberi perasan jeruk nipis, dan digunakan untuk sup atau sebagai bahan pengisi berbagai masakan. Menu belalang cukup melimpah pada pasar-pasar makanan serta kaki lima di Meksiko Tengah dan Selatan.

Pada pasar makanan Tiongkok, misalnya Pasar malam Donghuamen, masakan belalang disajikan menggunakan tusuk sate.[1]

Pada beberapa negara di Afrika, belalang merupakan sebuah sumber pangan penting selain beberapa jenis insekta lainnya. Belalang menjadi sumber protein dan lemak untuk diet sehari-hari, terutama saat terjadi krisis pangan. Biasanya belalang dimasak sup. Belalang yang dikonsumsi di Uganda dan beberapa wilayah tetangga disebut nsenene, meskipun sebenarnya merupakan jangkrik rumput.

Pada beberapa negara di Timur Tengah, belalang direbus dengan garam, dikeringkan dengan sinar matahari, kemudian dimakan sebagai makanan ringan.[2]

Banyak insekta yang menjadi predator bagi belalang, misalnya berbagai jenis semut seperti pada genus Crematogaster.

Dalam Agama Islam, selain ikan, belalang adalah salah satu dari dua hewan yang apabila telah terlebih dahulu mati masih dihalalkan untuk dimakan.

*****

DIALOG IMAN :

Belalang merupakan hewan yang banyak ditemukan area perkebunan dan persawahan. Hewan ini disebut dua kali dalam alquran yaitu dalam kisah Nabi Musa pada surat al-araf/7 ayat 133, dan dalam surah al-qamar/54 ayat 7.

"Maka kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa," (al-araf/7:133).

Kisah Belalang, Binatang yang Allah Jadikan Peringatan

Ayat tersebut menceritakan kisah Nabi Musa saat berada di Mesir untuk membebaskan kaumnya, Bani Israil, dari siksaan Firaun. Sebagai bukti kebenarannya, Allah mengirimkan kepada mereka topan, katak, kutu, dan belalang dalam jumlah banyak.

Allah menurunkan kemarau panjang di Mesir, sehingga mereka meminta Musa berdoa pada Allah. Jika Allah telah menghilangkan kemarau ini, kami akan beriman. Allah menghilangkan kemarau, namun mereka tidak mau beriman. Allah mengirim belalang yang memakan tanaman dan buah milik mereka, namun mereka tetap tidak mau beriman. Lalu Allah mengirim kutu, katak, dan darah semuanya menguasai mereka.

Kutu membunuh mereka dan anak mereka, merusak tanaman dan makanan mereka. Sedangkan katak menyerang mereka di dalam rumah mereka. Ketika orang-orang Mesir ingin minum dari sungai Nil, airnya berubah menjadi darah.

Namun, jika Bani Israil ingin meminumnya, darah itu kembali menjadi air seperti semula. Firaun selalu berjanji pada Musaakan beriman dan membebaskan Bani Israil dari kejahatannya, jika ia mau berdoa pada Tuhannya. Ini merupakan penangguhan yang diberikan Allah pada Firaun, agar ia menjadi muslim atau membiarkan Musa dan Bani Israil meninggalkan Mesir.

Kisah ini menunjukkan betapa taatnya makhluk pada Allah. Kekuatan manusia lemah dan terbatas, sedangkan kekuatan Allah tidak ada batasnya. Bahwa Orang zalim pasti kalah, walaupun kezalimannya berlangsung lama serta sabar terhadap kepahitan di jalan Allah.


Halalnya Bangkai Belalang

Para ulama menjelaskan, boleh memakan belalang walau sudah menjadi bangkai. Binatang ini halal sebagaimana terdapat dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.”  (Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Belalang jika mati dengan sendirinya, sudahlah halal sehingga tidak butuh pada penyembelihan khusus karena bangkainya saja suci.

Imam Nawawi berkata, “Ikan dan belalang itu halal dimakan walau tidak lewat proses penyembelihan.” Lalu beliau rahimahullah berkata, “Dan tidak mungkin berdasarkan kebiasaan untuk menyembelih ikan dan belalang, maka penyembelihan keduanya tidak diperlukan.” (Al Majmu’, 9: 72)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dikatakan bahwa Rasulullah dan pasukan memakan belalang sebagai asupan tenaga.

“Kami Berperang bersama Rasulullah SAW dalam tujuh peperangan dengan mengonsumsi belalang.” (HR. Muslim, syarh shahih Muslim no. 1952)

Sementara itu, Pakar ilmu gizi dari Department of Community Nutrition, Facultas Ekologi dan Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Ahmad Sulaiman juga menyebutkan belalang merupakan hewan yang memiliki beragam jenis kandungan nutrisi penting seperti, protein, vitamin, asam lemak esensial dan mineral.

Belalang yang masih segar, kandungan proteinnya sekitar 20 persen, tetapi pada yang kering sekitar 40 persen. Belum kulitnya yang juga mengandung zat kitosan seperti udang. Tetapi tergantung jenis belalangnya, pada musim-musim tertentu ada jenis belang yang kandungan vitaminnya lebih tinggi.  Belalang juga dapat  memenuhi 25 hingga 30 persen kebutuhan vitamin A.

Selain kadar proteinnya tinggi, dalam belalang terkandung beragam jenis mineral seperti kalsium, magnesium, potassium, sodium, fosfor, zat besi, zinc, mangan dan tembaga. Sedangkan, kandungan vitaminnya beragam mulai dari vitamin A, B, B1, B2, B6, E dan C, asam folat hingga berbagai jenis asam lemak.

Belalang saat ini masih dijadikan sumber pangan alternatif, terutama pada masyarakat di sejumlah daerah yang mengalami kesulitan sumber makanan. Bahkan di beberapa negara, belalang sebenarnya sudah dijadikan makanan pokok.

Seperti Belalang, Keadaan Manusia Pada Hari Kebangkitan

"Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan," (al-qamar/54:7).

Dikutip dari buku 'Tafsir Ilmi' tentang hewan dalam perspektif alquran dan sains (2012), ayat tersebut menggambarkan kondisi pada hari kebangkitan yang dikiaskan dengan keluarnya kelompok belalang dari tanah. Seperti diketahui, belalang menanamkan telurnya di tanah berpasir.

Belalang betina akan menggali lubang sedalam 10 hingga 15 cm, dan tiap ekor dapat menghasilkan telur 90 hingga 160 butir. Belalang betina dapat menghasilkan telur tiga kali selama hidupnya.

Dalam kurun 10 hingga 45 hari, tergantung pada suhu tanah, telur belalang akan menetas dan menjadi anak belalang. Mereka keluar secara bersama-sama dan jumlahnya bisa mencapai 40 hingga 80 juta ekor per kilometer persegi.

Kehidupan belalang itu dijadikan sebagai gambaran kondisi makhluk pada hari kebangkitan setelah sekian lama berada di bawah tanah dalam bentuk tulang-belulang. Mereka dibangkitkan secara bersama-sama dan dimunculkan ke permukaan tanah.

Wallahu A’lam.

*****






Send a Message

Sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magnais.