Blog

KELEDAI

AYAT :

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
QS. Al Jumu’ah, 5 : Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Tafsir jalalayn : (Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya kitab Taurat) mereka yang dibebani untuk mengamalkannya (kemudian mereka tidak memikulnya) tidak mengamalkannya, antara lain, mereka tidak beriman kepada perkara yang menyangkut sifat-sifat Nabi saw. sebagai nabi yang akan datang padahal telah terkandung di dalamnya. Mereka itu (adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab) yang dimaksud dengan sifir-sifir adalah kitab-kitab, dalam arti kata keledai itu tidak dapat memanfaatkannya. (Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah) yang membenarkan Nabi saw. Sedangkan subjek yang dicelanya tidak disebutkan, lengkapnya, seburuk-buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah adalah perumpamaan ini. (Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang lalim) yaitu kaum yang kafir.

أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْيِي هَٰذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَانْظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ ۖ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
QS. Al Baqarah, 259 : Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Tafsir jalalayn : (Atau) tidakkah kamu perhatikan (orang) 'kaf' hanya tambahan belaka (yang lewat di suatu negeri). Orang itu bernama Uzair dan lewat di Baitulmakdis dengan mengendarai keledai sambil membawa sekeranjang buah tin dan satu mangkuk perasan anggur (yang temboknya telah roboh menutupi atap-atapnya), yakni setelah dihancurkan oleh raja Bukhtanashar. (Katanya, "Bagaimana caranya Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah robohnya?") disebabkan kagumnya akan kekuasaan-Nya (Maka Allah pun mematikan orang itu) dan membiarkannya dalam kematian (selama seratus tahun, kemudian menghidupkannya). Untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana caranya demikian itu. (Allah berfirman) kepadanya, (Berapa lamanya kamu tinggal di sini?) (Jawabnya, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari) karena ia mulai tidur dari waktu pagi, lalu dimatikan dan dihidupkan lagi di waktu Magrib, hingga menurut sangkanya tentulah ia tidur sepanjang hari itu. (Firman Allah swt., "Sebenarnya sudah seratus tahun lamanya kamu tinggal; lihatlah makanan dan minumanmu itu) buah tin dan perasan anggur (yang belum berubah) artinya belum lagi basi walaupun waktunya sudah sekian lama. 'Ha' pada 'yatasannah' ada yang mengatakan huruf asli pada 'sanaha', ada pula yang mengatakannya sebagai huruf saktah, sedangkan menurut satu qiraat, tidak pakai 'ha' sama sekali (dan lihatlah keledaimu) bagaimana keadaannya. Maka dilihatnya telah menjadi bangkai sementara tulang belulangnya telah putih dan berkeping-keping. Kami lakukan itu agar kamu tahu, (dan akan Kami jadikan kamu sebagai tanda) menghidupkan kembali (bagi manusia. Dan lihatlah tulang-belulang) keledaimu itu (bagaimana Kami menghidupkannya) dibaca dengan nun baris di depan. Ada pula yang membacanya dengan baris di atas kata 'nasyara', sedang menurut qiraat dengan baris di depan berikut zai 'nunsyizuha' yang berarti Kami gerakkan dan Kami susun, (kemudian Kami tutup dengan daging) dan ketika dilihatnya tulang-belulang itu sudah tertutup dengan daging, bahkan telah ditiupkan kepadanya roh hingga meringkik. (Maka setelah nyata kepadanya) demikian itu dengan kesaksian mata (ia pun berkata, "Saya yakin") berdasar penglihatan saya (bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu"). Menurut satu qiraat 'i`lam' atau 'ketahuilah' yang berarti perintah dari Allah kepadanya supaya menyadari.

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً ۚ وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
QS. An Nahl, 8 : dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
QS. Luqman, 19 : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Tafsir Jalalayn : (Dan sederhanalah kamu dalam berjalan) ambillah sikap pertengahan dalam berjalan, yaitu antara pelan-pelan dan berjalan cepat, kamu harus tenang dan anggun (dan lunakkanlah) rendahkanlah (suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara) suara yang paling jelek itu (ialah suara keledai.") Yakni pada permulaannya adalah ringkikan kemudian disusul oleh lengkingan-lengkingan yang sangat tidak enak didengar.
( Maksudnya, ketika kamu berjalan, janganlah terlalu cepat dan jangan pula terlalu lambat. Atau berjalanlah dengan tawadhu’ dan tenang, tidak berjalan seperti orang sombong dan tidak berjalan seperti orang yang lemah. Yakni jangan berlebihan dalam berbicara dan janganlah meninggikan suara dalam hal yang tidak perlu sebagai adab terhadap Allah dan terhadap manusia. Yakni orang yang mengeraskan suara dan meninggikannya adalah seperti keledai bersuara.)

كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ
QS. Al-Muddassir, 50 :seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut.

*****


KISAH :

1. KISAH PERUMPAMAAN KELEDAI BAGI ORANG-ORANG YAHUDI

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar lagi tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allâh tiada memberi petunjuk bagi kaum yang zhalim (Al-Jumu`ah, 5)

Salah satu sifat buruk bangsa Yahudi telah disibak melalui ayat di atas. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan ayat ini setelah memberitakan anugerah besar yang diterima umat berupa diutusnya seorang Nabi akhir zaman di tengah mereka dengan mengemban risalah terbaik sepanjang masa. Syaikh ‘Abdur Rahmân as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Setelah Allâh Azza wa Jalla menyebutkan anugerah (besar) kepada umat ini; dengan diutusnya seorang Nabi yang ummi (buta huruf; tidak mampu baca tulis), serta keistimewaan lain yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala khususkan bagi mereka, yang tidak dianugerahkan kepada siapapun selain mereka sehingga umat ini mengungguli manusia yang terdahulu dan yang datang kemudian, maupun Ahlu kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mengklaim bahwa merekalah para ulama rabbani dan para ahli ibadah yang sesungguhnya. 

Selanjutnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala embankan taurat kepada mereka dan diperintahkan untuk mempelajari dan mengamalkannya, namun ternyata mereka tidak mengemban (amanat itu dengan baik) dan tidak pula menjalankannya. Karenanya, mereka tidak memiliki keutamaan sedikit pun, justru mereka bak keledai yang memikul kitab-kitab ilmu di atas punggungnya.

Apakah keledai itu dapat memanfaatkan kitab-kitab yang berada di atas punggungnya??!

Apakah mereka akan mendapatkan kemuliaan dengan keadaan tersebut?! Ataukah nasibnya hanyalah sekedar memikul saja?!

Demikianlah perumpamaan para ulama Yahudi yang tidak mengamalkan Taurat, dimana perintah teragung dan paling utama yang ada padanya adalah agar mengikuti (petunjuk) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepadanya. Oleh sebab itu, orang semacam mereka hanya akan menjumpai kerugian dan hujat keburukan atas diri mereka sendiri?! Perumpamaan yang sangat sesuai dengan kondisi mereka… “

Tidak saja mengabaikan kandungan kitab suci, mereka juga mengotak-atik dan merubahnya sesuai dengan hawa nafsu. Imam Ibnu Katsîr t menyatakan “Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan celaan bagi kaum Yahudi yang telah diberi Taurat untuk diamalkan, namun mereka tidak menunaikannya. Perumpamaan mereka dalam hal itu tak ubahnya seperti keledai yang membawa kitab-kitab, keledai tidak mengetahui apa yang terdapat padanya sekalipun dia memikulnya.

Demikian pula (kaum Yahudi) dalam membawa kitab suci yang dikaruniakan kepada mereka, mereka hanya menghafal teks-teksnya saja, tanpa memahami dan tidak pula mengamalkan substansinya. Justru mereka menyelewengkannya, menyimpangkan serta merubahnya. Dengan itu mereka menjadi lebih buruk daripada keledai. Karena keledai tidaklah berakal, sementara mereka memiliki akal namun tidak mempergunakannya….”.

Asy-Syaukâni rahimahullah menyebutkan bahwa Maimûn bin Mihrân rahimahullah berkata “keledai tidak mengetahui apa yang ada di atas punggungnya, apakah kitab suci (dari Allâh) ataukah sampah ? Demikianlah kaum Yahudi.”

Hidayah akan sulit datang kepada mereka karena sifat kezhaliman sangat melekat pada diri mereka. Karena itu, di akhir ayat, Allâh Azza wa Jalla berfirman: وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ Dan Allâh tiada memberikan hidayah bagi kaum yang zhalim”, Maksudnya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membimbing dan memberikan hidayah taufik kepada orang-orang yang menzhalimi diri mereka sendiri dengan mengkufuri ayat-ayat Rabb mereka dikarenakan sifat kezhaliman dan pembangkangan masih menjadi karakter yang melekat pada mereka.

PERUMPAMAAN YANG SANGAT BURUK

Seperti telah dikemukakan di atas, Allâh Azza wa Jalla menyerupakan bangsa Yahudi dengan keledai yang termasuk jenis binatang yang bodoh dan tidak disukai manusia. Sudah tentu, permisalan tersebut betul-betul mengandung celaan bagi bangsa Yahudi. Syaikh al-`Utsaimin rahimahullah menegaskan “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidaklah menyerupakan manusia dengan jenis binatang melainkan dalam konteks celaan dan hinaan.

Sebagaimana firman ayat di atas yang menyebutkan penyerupaan dengan keledai, dan ayat lain yang menyebutkan penyerupaan dengan anjing. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥﴾ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri (meninggalkan) ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai akhirnya dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalaulah Kami menghendaki, sesungguhnya Kami meninggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, namun dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka perumpamaannya adalah seperti anjing; bila kamu menghalaunya, dia menjulurkan lidahnya dan bila kamu membiarkannya, maka dia akan menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami…” [al-A`raf, 175-176]

Begitu pula, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan binatang sebagai perumpamaan untuk maksud yang sama (cercaan), seperti sabda beliau berikut ini:
الْعَائِدُ فِيْ هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِيْءُ ثُمَّ يَعُوْدُ فِيْ قَيْئِهِ
Seorang yang menarik kembali (hadiah) pemberiannya, maka dia tak ubahnya seperti seekor anjing yang muntah kemudian menelan kembali muntahannya itu.

Demikianlah Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan perumpamaan yang begitu mendalam tentang kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengamalkannya. Mereka seperti keledai bodoh yang hanya merasakan kelelahan dengan beban buku-buku tebal yang berada di atas punggungnya saja, tanpa mengetahui apa yang ada padanya.

Perumpamaan ini serupa dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
 أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai” [Al-A`raf, 179].

Dan pada bagian akhir ayat utama di atas Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan.
بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
 “Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala itu. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim”.

Syaikh Abu Bakar al-Jazâiri hafizhahullâh dalam kitab tafsirnya menyebutkan sebuah pelajaran berharga bahwa dalam ayat tersebut termuat cercaan bagi orang-orang yang menghapal ayat-ayat Kitâbullâh (al-Qur’ân) namun mereka tidak mengamalkan isi kandungannya”.

RAGAM SIKAP MANUSIA TERHADAP AYAT-AYAT ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA

Demikianlah perumpamaan kaum Yahudi dalam hal kebodohan mereka tentang Taurat dan keagungan ayat-ayatnya, seperti keledai dalam kebodohan mereka memikul kitab-kitab (di punggungnya), hanyalah akan menjadi beban yang melelahkan. Setelah menjelaskan kandungan makna ayat di atas, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah t menjabarkan ragam sikap dan reaksi manusia dalam berinteraksi dengan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala sebagai petunjuk: 

Pertama: yang menerimanya secara lahir dan batin. Mereka ada dua macam:
1. Orang-orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Mereka itulah para ulama yang memahami dengan baik dan benar tentang maksud-maksud ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala, selanjutnya mereka dapat memetik intisari pelajaran serta rahasia hikmah yang terkandung di dalamnya.
2. Orang-orang yang menjaga kitab Allâh Subhanahu wa Ta’ala, mengingat serta menyampaikannya, namun mereka bukan termasuk yang dapat memetik intisari hukum maupun pelajaran di dalamnya dan tidak pula mampu mengungkapkan kandungan hikmahnya.

Kedua: Orang-orang yang menolak secara lahir dan batin serta mengingkarinya. Golongan ini pun terbagi menjadi dua macam :
1. Kaum yang mengetahui kebenaran kitab Allâh Subhanahu wa Ta’ala serta meyakini keabsahannya, namun mereka takluk oleh kedengkian hati, kesombongan maupun ambisiusme kepemimpinan di hadapan kaum mereka sehingga semua itu membuat mereka menolak kitab suci Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
2. Adapun yang lainnya adalah para pengikut jenis pertama kelompok ini. Mengagungkan atau mengkultuskan mereka dalam setiap ucapan, sikap dan keputusan. Menjadikan mereka sebagai panutan yang diikuti.

Ketiga:
1. Mereka yang telah mendapatkan pelita hidayah kemudian menjadi buta dan tersesat, telah berilmu kemudian menjadi gelap hati tanpa cahaya, telah beriman namun kemudian berpaling kafir mengingkari. Mereka itu adalah para pemuka kaum munafiqin. Baca Juga Konsisten Secara Total dengan Syariat
2. Atau mereka yang memiliki pandangan lemah. Mereka menjauh dari mendengarkan al-Qur’ân, kalaupun mereka mendengarnya, maka mereka menutup telinga seraya berkata “jauhkan kami dari ayat-ayat ini!”. Bahkan seandainya mereka mampu, niscaya mereka akan mengambil tindakan buruk bagi siapapun yang memperdengarkan al-Qur’ân atau mengajarkannya kepada mereka. Nau`udzubillâh min dzâlik

Keempat: Kaum Mukminin yang menyembunyikan keimanan di hadapan kaum mereka seperti sebagian keluarga Fir`aun, atau seperti an-Najasyi yang dikabarkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyalatkan jenazahnya…

PERUMPAMAAN INI TIDAK KHUSUS BAGI KAUM YAHUDI

Para Ulama menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada kaum Yahudi saja, akan tetapi juga mencakup siapapun yang mengabaikan ayat-ayat Allah, termasuk umat Muhammad yang mengabaikan ayat-ayat al-Qur’ân. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan ayat di atas dengan berkata, “Allâh Azza wa Jalla menggambarkan manusia yang telah ditugasi mengemban kitab suci-Nya untuk diyakini, dicermati, diamalkan dan didakwahkan, namun ternyata mereka menyelisihinya, mereka sekedar menghapalnya tanpa tadabbur (penghayatan), tidak mengikuti petunjuknya, tidak pula berhukum dengannya dan mengamalkannya, sungguh mereka itu ibarat keledai yang membawa kitab-kitab namun tidak memahami isi yang terdapat di dalamnya. Nasib mereka persis sama seperti nasib keledai. Perumpamaan ini sekalipun mengetengahkan contoh kaum Yahudi, akan tetapi maknanya mencakup siapapun yang mengemban kitab suci al-Qur’ân, akan tetapi tidak mengamalkannya, tidak menunaikan kandungan al-Qur’an atau memperhatikannya sebagaimana mestinya”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa mengamalkan ilmu yang telah diketahui merupakan konsekuensi logis. Di hari Kiamat kelak, setiap hamba akan dimintai pertanggungjawaban dari ilmu yang telah ia miliki, apakah sudah diamalkan, atau bahkan mungkin diselewengkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ
Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ditanya tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya; tentang ilmunya; apa yang ia kerjakan dengannya; tentang hartanya, dari manakah dia mendapatkannya dan bagaimana ia membelanjakannya, serta tentang raganya; bagaimana ia mempergunakannya”.

PELAJARAN BERHARGA YANG DAPAT DIAMBIL DARI PEMBAHASAN AYAT INI DI ANTARANYA. 

1. Al-Qur’ân adalah wahyu Ilâhi sehingga semua kabar maupun perumpamaan yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’ân merupakan kebenaran yang hakiki.
2. Allâh Azza wa Jalla menurunkan kitab suci-Nya untuk dipelajari kemudian diamalkan dan disampaikan kepada yang belum mengetahuinya.
3. Ancaman buruk bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan mengabaikan kandungannya, yaitu keserupaan dengan kaum Yahudi dan keledai.
4. Orang-orang Yahudi, manusia yang bodoh lagi dungu dengan mendustakan ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla yang telah mereka ketahui akan kebenarannya, sehingga Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan hewan pandir seperti keledai.
5. Wajib atas seluruh kaum Muslimin untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla dalam semua urusan.
6. Wajib atas seluruh kaum Muslimin untuk mengamalkan al-Qur’ân dengan sebaik-baiknya.
7. Keselamatan dan hidayah seorang hamba hanyalah di tangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata.
8. Hidayah Allâh Azza wa Jalla tidaklah akan diberikan kepada orang-orang yang zalim. Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu membimbing setiap jejak langkah kita dalam menapaki hidup ini dengan pelita al-Qur’ân, dan cahaya Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi was sallam.

Wallahu A`lam Bishshawab.

*****

2. KISAH NABI UZAIR DAN TULANG-BELULANG KELEDAI BERUSIA 100 TAHUN

Ishaq bin Bisyr menuturkan, "Sa’id bin Basyir memberitakan kepada kami, dari Qatadah, dari Ka’ab dan Sa’id bin Abu Urubah, dari Qatadah, dariHasan, MuqatildanJuwaibir, dariDhahhak, darilbnuAbbas,Abdullah bin Ismail As-Suddi meriwayatkan dari ayahnya, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, Idris meriwayatkan dari kakeknya, Wahab bin Munabbih, Ishaq mengatakan, ‘Mereka semua bercerita kepadaku tentang Uzair, sebagian di antara mereka menambahkan isi cerita. Mereka menuturkan dengan sanad masing-masing, ‘Uzair adalah seorang hamba saleh dan bijak.

Suatu ketika, ia pergi menuju ladang miliknya untuk mengecek kondisinya. Saat pulang, ia menghampiri reruntuhan rumah saat matahari tepat berada di tengah-tengah langit, ia kepanasan lalu memasuki rumah itu dengan mengendarai keledai. Ia lalu turun dari keledai, ia membawa satu keranjang berisi buah tin dan keranjang lain berisi anggur. Ia singgah di tempat tersebut, lalu mengeluarkan piring yang ia bawa, ia lantas memeras anggur yang ia bawa, setelah itu mengeluarkan roti kering, roti kering ia celupkan ke dalam perasan anggur agar basah, lalu ia makan.

Setelah itu, ia berbaring dan menyandarkan kaki ke tembok. Ia melihat atap rumah-rumah tersebut, juga melihat rumah-rumah lain yang sudah rata dengan tanah, para penghuninya telah punah, ia juga melihat seonggok tulang yang sudah lapuk lalu mengatakan, ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur.’ Ia tidak ragu Allah kuasa untuk menghidupkan kembali negeri itu, ia hanya mengucapkannya karena heran. Allah kemudian mengutus malaikat maut lalu mencabut nyawanya. Allah mematikannya selama seratus tahun.

Dibangkitkan Kembali dari Kematian

Setelah berlalu selama seratus tahun, dan selama itu terjadi banyak hal dan peristiwa di tengah-tengah Bani Israil. Allah kemudian mengirim seorang malaikat kepada Uzair, malaikat lalu menciptakan hati agar ia bisa memahami dan menciptakan kedua mata untuk melihat bagaimana Allah menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Malaikat kemudian menyempurnakan penciptaannya dan ia (Uzair) melihat semua itu, setelah itu malaikat menutup tulangnya dengan daging, bulu dan kulit, setelah itu ia meniupkan ruh padanya, semua itu dilihat dan dimengerti Uzair.

Ia kemudian duduk, lalu malaikat bertanya padanya, ‘Berapa lama kau tinggal di sini?’ Ia menjawab, ‘Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Ini karena Uzair tidur tepat pada pertengahan siang, lalu dibangkitkan sebelum matahari terbenam. Ia berkata, ‘Atau setengah hari dan tidak sampai satu hari.’ Malaikat kemudian berkata, Tidak! Engkau telah tinggal di sini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu, yaitu roti kering dan perasan anggur di dalam piring yang masih tetap seperti sedia kala tanpa mengalami perubahan. Itulah firman-Nya, ‘Belum berubah.’ Seperti itu juga buah tin dan anggur masih tetap segar dan tidak berubah.’ Sepertinya Uzair mengingkari hal itu di dalam hatinya, lalu malaikat berkata, ‘Apa kau mengingkari kata-kata? Lihatlah keledaimu itu.’ Uzair kemudian melihat keledainya, ternyata tulang-belulangnya sudah lapuk dan hancur luluh.

Malaikat kemudian memanggil tulang-belulang keledai itu, tulang-belulang memenuhi panggilannya dan datang menghadap dari segala penjuru. Setelah itu, malaikat menyusun kembali susunan penciptaannya, Uzair melihatnya, malaikat memberinya urat dan nadi, setelah itu ia tutupi dengan daging, ia tumbuhkan kulit dan bulu, lalu ia tiupkan ruh hingga keledai itu berdiri, mengangkat kepala dengan kedua telinga mengarah ke langit sambil meringkik karena dikiranya kiamat telah terjadi.

Itulah firman Allah, ‘Tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Yaitu, lihatlah tulang-belulang keledaimu, bagaimana saling tersusun satu sama lain di sendi-sendinya, hingga setelah berubah menjadi tulang berbentuk keledai tanpa daging, setelah itu lihatlah
bagaimana Kami menutup tulang-tulang itu dengan daging. “Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, ‘Saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’,” Maha Kuasa untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati dan juga hal lain.

Uzair Pulang ke Rumah

Ia kemudian naik keledai dan pulang ke kampungnya. Orang-orang tidak mengenalinya, ia juga tidak mengenali rumahnya. Ia terus berjalan hingga tiba di rumahnya. Ia melihat seorang wanita tua yang buta dan lumpuh, ia sudah berusia 120 tahun. Saat Uzair pergi meninggalkan mereka, wanita itu masih berusia 20 tahun. Wanita itu mengenali dan memahami Uzair. Saat tua, wanita tersebut menderita kelumpuhan. Uzair berkata, ‘Nenek! Apa ini rumah Uzair?’ Wanita itu menjawab, 'Ya, ini rumah Uzair.’ Ia lalu menangis dan berkata, ‘Sejak sekian tahun lamanya aku tidak mengetahui seorang pun menyebut-nyebut nama Uzair.  Orang-orang telah melupakannya.’

Uzair berkata, ‘Ini aku Uzair. Allah mewafatkanku selama seratus tahun lalu membangkitkanku kembali.’ Wanita itu mengucapkan, ‘Subhanallah Kami kehilangan Uzair sejak seratus tahun lalu, dan kami tidak pernah lagi mendengar kabar beritanya.’ Uzair kembali menegaskan, ‘Ini aku Uzair.’ Wanita tua itu berkata, ‘Uzair doanya mustajab, ia biasa mendoakan kesembuhan bagi orang sakit dan
yang tertimpa musibah. Kalau begitu, berdoalah kepada Allah agar mengembalikan penglihatanku agar aku bisa melihatmu. Jika kau Uzair, aku pasti mengenalimu.’

Uzair kemudian berdoa kepada Allah, kemudian mengusap kedua matanya. Kedua mata wanita tua itu sembuh. Uzair meraih tangannya dan berkata, ‘Berdirilah atas izin Allah.’ Allah membuat kedua kaki wanita itu bebas bergerak dan bisa berdiri dengan sehat seakan-akan terburai dari ikatan. Ia lalu melihat Uzair dan berkata, ‘Aku bersaksi bahwa kau adalah Uzair.’

Wanita tua itu kemudian pergi ke perkampungan Bani Israil, mereka tengah berada di tempat-tempat perkumpulan dan majelis-majelis. Anak Uzair saat itu adalah seorang syaikh berusia 118 tahun, dan para cucunya adalah syaikh-syaikh di majelis tersebut. Wanita tua itu berkata dengan suara keras. Ini Uzair telah datang kepada kalian.’ Mereka mendustakannya. Wanita itu kemudian menjelaskan, ‘Ini aku fulanah, budak milik kalian. Dia (Uzair) berdoa kepada Rabb-nya lalu Ia mengembalikan penglihatanku dan menyembuhkan kakiku. Ia (Uzair) mengatakan bahwa Allah mewafatkannya selama seratus tahun kemudian membangkitkannya kembali.’ Orang-orang menghampiri lalu menatapnya. Anaknya berkata, ‘Ayaku punya tahi lalat di antara kedua pundak.’ Ia membuka bajunya, dan benar dia adalah Uzair.

Bani Israil kemudian berkata, ‘Di antara kita, tak seorang pun hafal Taurat selain Uzair seperti yang kami dengar. Bukhtanashar telah membakar kitab Taurat dan tidak tersisa sedikit pun selain yang dihafal orang-orang, maka imlakkan Taurat kepada kami.’ Ayah Uzair, Sarukha, memendam kitab Taurat di sebuah tempat yang hanya diketahui Uzair selama masa kekuasaan Bukhtanashar. Uzair kemudian mengajak mereka pergi ke tempat itu. Uzair lalu menggali dan mengeluarkan kitab Taurat. Namun, kertas-kertasnya sudah rusak dan tulisannya juga hilang.

Pembaharuan Kitab Taurat

Uzair kemudian duduk di bawah sebuah pohon sementara Bani Israil berada di sekelilingnya. Uzair memperbarui Taurat untuk mereka. Saat itu, dua benda bercahaya terang turun dari langit masuk ke dalam tubuh Uzair, ia ingat kembali kitab Taurat lalu memperbaruinya untuk Bani Israil. Karena itulah orang-orang Yahudi mengatakan, ‘Uzair anak Allah.’ karena adanya dua benda bercahaya terang yang masuk ke dalam tubuhnya, karena ia memperbarui kitab Taurat, dan memimpin Bani Israil. Uzair memperbarui Taurat di negeri Sawad, di kediaman Hizq'il. Perkampungan tempat Uzair meninggal dunia bernama Syarabadz’.”

Ibnu Abbas berkata, “Uzair tepat seperti yang difirmankan Allah, Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia.’ Yaitu bagi Bani Israil’.” Karena ia duduk bersama anak-anaknya yang sudah tua, sementara ia masih muda, karena saat mati, ia berusia 40 tahun. Allah membangkitkannya dalam wujud muda, sama seperti kondisi saat ia meninggal dunia.

Ibnu Abbas berkata, "Ia dibangkitkan setelah Bukhtanashar meninggal dunia.” Pernyataan serupa juga disampaikan Hasan.

Menurut Ibnu Asakir yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abdullah Ibnu Salam bertanya padanya dan menanyakan panggilan Uzair putra tuhan itu. Ibnu Salam menjelaskan, "Ketika Uzair menulis Taurat dari hafalannya, Bani Israil berkata, 'Dulu Musa hanya bisa memberikan Taurat kepada kita dengan tulisannya, tetapi Uzair memberikan Taurat kepada kita tanpa tulisan (kitab)'." Maka, sekelompok orang mengatakan Uzair putra tuhan sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah [9]: 30.

أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْيِي هَٰذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَانْظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ ۖ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?’ Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: ‘Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?’ Ia menjawab: ‘Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari’. Allah berfirman: ‘Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging’. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: ‘Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” QS. Al Baqarah ayat 259.

Ada banyak cara Allah SWT menunjukkan kebesaran-Nya kepada para hamba. Kisah-kisah Nabi terdahulu menunjuk kan bagaimana mereka diberikan mukjizat sebagai bukti kebenaran firman Allah SWT. Termasuk kisah lelaki di atas.

(source: KISAH PARA NABI, IBNU KATSIR, UMMUL QURA, 2015)

*****


FAKTA ILMIAH :

Keledai (Equus asinus) adalah mamalia dari keluarga Equidae. Merupakan hewan jinak yang digunakan untuk bertransportasi dan kerja lain, seperti menarik kereta kuda maupun membajak ladang.

Keledai bisa memiliki anak campuran dengan kuda. Anak kuda betina dan keledai jantan disebut "bagal". Anak keledai betina dan kuda jantan disebut "nagil" (hinny). Bagal lebih umum, dan telah digunakan untuk transportasi manusia dan benda.

Keledai, hewan yang juga masih keluarga kuda ini sudah menemani manusia sejak 5000 tahun lalu. Nenek moyang dari keledai yaitu keledai liar di Afrika atau keledai e. Africanus. Bahkan keledai saat itu sudah memperlihatkan kehebatan tubuhnya, dengan menjadi hewan pekerja. Keledai menjadi alat transportasi yang dikhususkan membawa barang, sementara orang-orang pemilik barang akan menunggangi kuda.

*****

DIALOG IMAN :

(Lihat Majalah BILAL edisi 16)

Keledai sebagai Perumpamaan yang Buruk

Sekilas, seekor keledai nampak mirip dengan seekor kuda. Tapi kedua hewan ini tidak sama, teman. Keledai memiliki nama latin Equus asinus. Ia adalah hewan mamalia dari kelompok Equidae.

Namun keledai bisa memiliki anak hasil perkawinan dengan kuda, lho. Anak hasil persilangan antara kuda jantan dan keledai betina disebut nagil (hinny). Sedangkan persilangan antara kuda betina dan keledai jantan disebut bagal (mules). Namun anak hasil persilangan ini, nantinya tidak bisa mempunyai keturunan.

Nenek moyang keledai berasal dari keledai liar di Afrika. Hewan ini biasa digunakan sebagai hewan pekerja dan membantu transportasi manusia. Barang-barang biasanya diangkut menggunakan keledai, sedangkan manusia menunggangi kuda.

Jika diamati lebih teliti, ternyata antara keledai dengan kuda memiliki cukup banyak perbedaan. Dari postur tubuhnya, keledai lebih pendek dari pada kuda. Sehingga kuda memiliki perawakan yang lebih gagah dan menawan dibandingkan keledai.

Bahkan di dalam Al-Quran, Allah Ta'ala membuat perumpamaan yang sangat mencolok untuk kedua hewan ini. Allah menjadikan kuda hewan yang indah, kuat dan sempurna. Sedangkan keledai Allah jadikan ia sebagai perumpamaan keburukan akhlak bangsa Yahudi. Seperti yang Allah sebutkan dalam ayat berikut ini,

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar lagi tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allâh tiada memberi petunjuk bagi kaum yang zhalim
Al-Quran surat Al-Jumu`ah 5

Allah Ta'ala membuat perumpamaan seekor keledai bagi seorang yang memiliki ilmu, namun tidak mau mengamalkannya. Mereka seperti keledai bodoh. Karena mereka hanya merasakan kelelahan dengan beban buku-buku tebal yang berada di atas punggungnya saja. Mereka tidak mengetahui apa yang ada pada buku-buku tebal tersebut.

Kemudian Allah juga mengingatkan kita agar tidak menyerupai suara keledai. Allah Ta'ala berfirman,

“Sederhanalah kamu dalam berjalan dan turunkan nada suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Al-Quran surat Luqman 19

Di dalam ayat tersebut, Allah meminta kita untuk merendahkan suara ketika berbicara. Karena perumpamaan bagi orang yang berbicara dengan suara yang tinggi adalah seperti keledai. Sedangkan keledai Allah sebut sebagai suara yang paling buruk.

Subhanallah, teman, ayat ini harus menjadi pengingat bagi kita ketika berbicara. Kita tidak boleh berbicara dengan suara yang tinggi atau berteriak. Karena akan mirip dengan suara ringkikan keledai yang dicela oleh Allah Ta'ala.

Semoga Allah juga menjaga kita dari sifat keledai. Sehingga menjadikan ilmu yang kita dapatkan bermanfaat. Bukan menjadi seorang yang berlelah-lelah menuntut ilmu, namun tidak menjadikannya amal.

Na'udzubillah.

*****


Send a Message

Sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magnais.