Blog

IKAN

AYAT :

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
QS. Al A’raf, 163 : Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.

فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
QS. Al Kahfi, 61 : Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.

قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا
QS. Al Kahfi, 63 : Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".

فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ
QS. Ash Shaffat, 142 : Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.

لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
QS. Ash Shaffat, 144 : niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ
QS. Al Qalam, 48 : Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).


KISAH :

1. KISAH IKAN DAN ASHHABUS SABTI

Ashhabus Sabti adalah salah satu umat terdahulu yang diceritakan Allah di dalam Al-Quran. Mereka dinamakan Ashhabus Sabti karena melanggar larangan hari Sabtu yang diberikan Allah kepada mereka. Sebuah ketetapan dari Allah yang dilanggar oleh mereka dan membuat murka Allah hingga akhirnya berujung kutukan pada mereka. Kisah Ashhabus Sabti dalam Al-Quran terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 65 dan Surat Al-A’raf ayat 163-166. Mereka ini adalah salah satu umat terdahulu yang Allah jadikan contoh kepada umat yang datang kemudian agar memetik pelajaran. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 66, bahwa semua kisah umat terdahulu yang diabadikan Allah dalam Al-Quran menjadi pelajaran. Apabila kisahnya adalah orang-orang saleh maka harus menjadi teladan. Sebaliknya, jika kisahnya adalah umat yang tidak taat kepada Allah seperti Ashhabus Sabti ini, maka harus dijadikan refleksi agar tidak terulang dan malah mempertebal keimanan.

Kontrak ibadah Ashabus Sabti

Menurut ungkapan Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn, Asshabus Sabti ini adalah kaum Bani Israil yang tinggal di pinggir laut Qazlum (Laut Merah), yaitu kota Aylah. Keterangan bahwa Asshabus Sabti adalah kaum Bani Israil ini senada dengan penjelasan Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim mengenai asbabun nuzul Surat Al-A’raf ayat 163. Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat tersebut ditujukan kepada kaum Yahudi yang tidak mau beriman kepada Rasulullah. Dalam ayat tersebut Allah meminta Rasulullah untuk menanyakan kepada kaum Yahudi perihal leluhurnya yang diazab-Nya karena tidak melanggar aturan.

Aylah adalah kota yang terletak di tepi laut antara negeri Mesir dan Makkah. Ibnu Katsir rahimahullah dalam al-Bidayah wan Nihayah menambahkan, antara Madyan dan Thur. Negeri ini subur dengan kurma dan hasil laut berupa ikan yang berlimpah. Kota ini merupakan batas pertama wilayah Hijaz. Penduduknya terdiri dari berbagai ras. Kota ini termasuk batas kerajaan Romawi zaman dahulu.

Negeri ini pula yang diisyaratkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya,
وَسۡ‍َٔلۡهُمۡ عَنِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلَّتِي كَانَتۡ حَاضِرَةَ ٱلۡبَحۡرِ إِذۡ يَعۡدُونَ فِي ٱلسَّبۡتِ إِذۡ تَأۡتِيهِمۡ حِيتَانُهُمۡ يَوۡمَ سَبۡتِهِمۡ شُرَّعًا وَيَوۡمَ لَا يَسۡبِتُونَ لَا تَأۡتِيهِمۡۚ كَذَٰلِكَ نَبۡلُوهُم بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air. Di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (al-A’raf: 163)

Jika dirunut sejarahnya, cara beribadah umat terdahulu berbeda dengan umat yang sekarang. Perbedaan ini meliputi tata cara, dan waktu pelaksanaan. Pada zaman Ashhabus Sabti, ketetapan ibadah yang diberikan Allah adalah satu minggu sekali yaitu pada hari Sabtu. Pegkhususan hari Sabtu untuk beribadah kepada Allah ini mempunyai implikasi terhadap larangan Allah kepada mereka untuk mencari ikan sebagaimana yang termaktub dalam Surat Al-A’raf ayat 163. Sebuah kontrak ibadah yang ditentukan Allah dan disepakati oleh Ashhabus Sabti.

Al-Mahalli dan As-Suyuthi menjelaskan bahwa pada pada hari-hari lain selain hari Sabtu, tidak muncul sama sekali ikan di permukaan laut. Sebaliknya pada hari Sabtu, di mana mereka terikat kontrak ibadah, malah banyak sekali ikan yang bermunculan. Kemunculan ikan-ikan di hari Sabtu ini memang disengaja Allah sebagai ujian bagi mereka. Bagaimana ketaatan mereka kepada Allah serta keseriusan kesepakatan mereka kepada Allah. Apakah mereka akan taat ataukah melanggar. Karena ketika suatu kaum lulus ujian, mereka akan naik kelas dan mendapat rahmat dari Allah. Namun, apabila mereka terlena dan terbuai oleh kenikmatan sesaat, mereka tidak naik kelas dan menjadi umat buruk yang diazab oleh Allah.

Konon, mereka masih berpegang dengan ajaran Taurat dalam menghormati hari Sabtu di masa itu. Waktu itu, mereka diharamkan melakukan usaha dalam bentuk apa pun. Sementara itu, ikan-ikan banyak berenang dari laut ke tempat mereka dengan tenang dan aman tanpa diganggu sedikit pun. Namun, pada selain hari Sabtu, ikan-ikan itu tidak pernah datang lagi.

Melihat hal ini, mereka pun melakukan tipu muslihat agar dapat menangkap ikan-ikan tersebut. Mereka memasang tali, jaring, dan perangkap, serta menggali lubang ke arah tempat air yang sudah mereka buat untuk menampung ikan-ikan yang dihanyutkan oleh air laut. Kalau ikan-ikan itu sudah berada di dalam lubang itu, mereka tidak dapat keluar lagi untuk kembali ke laut.

Mereka pun memasangnya pada hari Jumat. Ketika ikan-ikan datang dan terperangkap pada hari Sabtu, mereka menutup jalur menuju laut sehingga ikan-ikan itu terperangkap. Setelah lewat hari Sabtu, mereka mengambil ikan-ikan tersebut.

Akhirnya, Allah subhanahu wa ta’ala murka dan melaknat mereka karena perbuatan mereka. Mereka melakukannya untuk melanggar perintah-Nya dan apa yang Dia haramkan dengan sebuah tipu muslihat. Secara kasat mata, seolah-olah mereka tidak berbuat apa-apa padahal mereka telah melakukannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengisahkan kejadian tersebut, “Dan tanyakanlah kepada mereka,” maksudnya Bani Israil. “tentang negeri yang terletak di dekat laut,” di tepi pantai, tentang pelanggaran yang mereka lakukan serta hukuman Allah subhanahu wa ta’ala yang ditimpakan atas mereka. “Ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu,” padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan agar mereka mengagungkan dan menghormati hari tersebut dan tidak berburu apa pun.

Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menguji mereka dengan, “datangnya ikan-ikan kepada mereka terapung-apung di permukaan air di hari Sabtu itu,” sedemikian berlimpah terapung di permukaan laut. “dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka,” ikan-ikan itu berenang di dalam laut hingga tidak terlihat seekor pun. “Demikianlah Kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik.”

Jadi, kefasikan merekalah yang menyebabkan mereka diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Seandainya mereka tidak melanggar ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah memaafkan mereka dan tidak menghadapkan mereka kepada bala dan kejelekan. Akhirnya, mereka melakukan tipu muslihat untuk menangkapnya.

Pelanggaran Ashhabus Sabti dan hukuman Allah terhadap mereka

Kontrak ibadah telah ditetapkan untuk Ashhabus Sabti untuk mengagungkan hari Sabat dan tidak mencari ikan di hari tersebut. Menurut penuturan Ibnu Katsir, pada mulanya mereka mentaati aturan tersebut. Namun, untuk waktu-waktu selanjutnya mereka mulai tergoda dengan ujian yang Allah berikan. Karena ikan yang muncul di hari Sabat sangat banyak, mereka memasang jala di hari Jumat dan mengambilnya di hari Minggu, sedangkan pada hari Sabtu mereka tetap beribadah. Jelas saja, ikan yang mereka dapatkan sangat banyak. Namun, mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka tersebut mempermainkan Allah. Meskipun mereka tidak mencari ikan di hari Sabtu dan tetap beribadah, tetap saja perbuatan mereka melanggar aturan dan membuat siasat tipu daya terhadap Allah.

Dalam Surat Al-A’raf ayat 164 dijelaskan mengenai sekelompok Yahudi yang acuh dan Yahudi yang mengingatkan akan pelanggaran teman-temannya, Ashabus Sabti. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa dalam kisah Ashhabus Sabti terdapat tiga kategori golongan.
Setelah ada sebagian dari mereka menangkap ikan-ikan tersebut, terpecahlah mereka menjadi tiga:
a. sebagian melakukannya,
b. ada sebagian lagi mengingkari perbuatan mereka itu, dan
c. sebagian yang lain tidak mengerjakan, tidak pula mencegah, tetapi mereka mengingkari perbuatan tersebut.

Golongan pertama yaitu mereka yang melanggar aturan hari Sabat seperti yang telah diceritakan dalam Surat Al-A’raf ayat 163.
Golongan yang kedua adalah mereka yang berusaha mengingatkan teman-temannya yang melanggar, yaitu golongan pertama itu.
Golongan yang terakhir adalah mereka yang acuh kepada mereka yang melanggar.

Seperti yang diceritakan dalam Surat Al-A’raf ayat 164 bahwa golongan ketiga tersebut malah bertanya kepada golongan kedua “Mengapa kamu menasihati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah atau disiksa berat?”. Namun, golongan kedua menjawab “kami lakukan itu sebagai usaha permohonan ampun kepada Tuhanmu dengan harapan mereka kembali bertaqwa.”

Balasan Allah pun akhirnya datang. Sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam Surat Al-A’raf ayat 165, Allah menyelamatkan kelompok yang mencegah pelanggaran tersebut dan menyiksa mereka yang melakukan pelanggaran. Merujuk keterangan Ibnu Katsir, kelompok terakhir yang mengacuhkan pelanggaran tersebut tidak dijelaskan Allah mengenai balasan untuk mereka.

Sedikit demi sedikit mulai bertambah mereka yang ikut menangkap ikan tersebut. Sementara itu, orang-orang yang menasihati terus berulang-ulang mengingatkan mereka. Bahkan, orang-orang tersebut mengancam, “Kamu masih juga melakukannya, wahai musuh-musuh Allah. Demi Allah, kami tidak akan bertetangga lagi dengan kalian dalam satu desa.”

Akhirnya, mereka membagi desa itu dengan sebuah tembok. Tatkala mereka tidak mau memperhatikan nasihat orang-orang yang melarang perbuatan buruk tersebut, justru terus-menerus tenggelam dalam penyelewengan dan pelanggaran.

“Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat,” yaitu orang-orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Kami selamatkan mereka dari azab.

Demikianlah ketetapan (sunnah) Allah subhanahu wa ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya; apabila siksaan itu turun, selamatlah orang-orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (al-A’raf: 165),
وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ
“Dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim…,” yaitu orang-orang yang melakukan pelanggaran di hari Sabtu tersebut.
بِعَذَابِۢ بَ‍ِٔيسِۢ
“…siksaan yang keras.” Maksudnya, yang menyakitkan.
بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ
“…disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (al-A’raf: 165)

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan azab yang ditimpakan kepada mereka itu dengan firman-Nya,
فَلَمَّا عَتَوۡاْ عَن مَّا نُهُواْ عَنۡهُ قُلۡنَا لَهُمۡ كُونُواْ قِرَدَةً خَٰسِ‍ِٔينَ
“Tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya, ‘Jadilah kamu kera yang hina’.” (al-A’raf: 166)

Mereka pun menjadi kera-kera yang hina padahal sebelumnya mereka adalah kaum yang terhormat.

Keesokan harinya, orang-orang yang beriman tidak melihat seorang pun keluar dari balik tembok tersebut. Tidak terdengar aktivitas mereka seperti biasa. Akhirnya, mereka memasuki pintu pembatas kampung tersebut. Mereka melihat kenyataan yang menyedihkan. Seorang pria berikut istri dan anaknya telah berubah menjadi kera. Mulailah mereka masuk menemui kera-kera yang dahulunya adalah orang-orang yang mereka kenal.

“Wahai Fulan, bukankah sudah aku peringatkan kepadamu azab Allah? Bukankah… bukankah?” Namun, tak ada sahutan. Yang ada hanya tangis. Sebagian kera yang mendekat mencium pakaian orang yang datang dan dia mengenalnya. Kera itu pun menangis. Demikian dikisahkan oleh Ibnu Jarir rahimahullah dalam Tafsir-nya. Hukuman Allah nyata diberikan kepada mereka yang melanggar aturan hari Sabat ini seperti tertera dalam Surat Al-A’raf ayat 166 dan juga Al-Baqarah ayat 65 pada lafadz “kuunuu qiradatan khasyi’iin”. Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn serta Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-’Adhim menafsirkan hukuman tersebut secara fisik, yaitu mereka dirubah keadaannya menjadi seekor kera yang mempunyai ekor. Namun, mufassir kontemporer seperti Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah dan juga Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz menafsirkan hukuman tersebut sebagai kiasan sifat. Mereka menjadi orang-orang yang hina seperti kera yang selalu disingkirkan dan dibenci.

*****

2. KISAH IKAN DAN NABI YUNUS

Dalam surah Yunus, Allah berfirman, "Maka mengapa tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu tertentu." (Yunus: 98).

Dalam surah Al-Anbiya', Allah berfirman, “Dan (ingatlah kisah) DZun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada Rabb selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman’.” (Al-Anbiya 87-88).

Dalam surah Ash-Shaffat, Allah berfirman, "Dan sungguh, Yunus benar-benar termasuk salah seorang rasul, (ingatlah) ketika dia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian dia ikut diundi ternyata dia termasuk orang-orang yang kalah (dalam undian). Maka dia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berdzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari Berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daratan yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit. Kemudian untuk dia Kami tumbuhkan sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu (orang) atau lebih, sehingga mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu tertentu.” (Ash-Shaffat: 139-148).

Dalam surah Al-Qalam, Allah berfirman, "Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Rabbmu, dan janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan ketika dia berdoa dengan hati sedih. Sekiranya dia tidak segera mendapat nikmat dari Rabbnya, pastilah dia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela Lalu Rabbnya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang yang saleh” (Al-Qalam: 48-50).

Ahli tafsir menjelaskan, “Allah mengutus Yunus kepada penduduk Nainawi, suatu perkampungan di Mossul, dekat Kufah. Yunus menyeru mereka menuju Allah ‘Azza wa Jalla, tapi mereka mendustakannya dan berlaku semenamena dengan tetap berada pada kekafiran dan penentangan. Karena situasi ini berlangsung sekian lama, akhirnya Yunus pergi meninggalkan mereka, dan mengancam siksa akan turun menimpa mereka setelah tiga hari.”

Ibnu Mas’ud, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah, sejumlah salaf lain dan khalaf menuturkan, “Saat Yunus pergi meninggalkan mereka dan mereka sudah yakin akan tertimpa azab, rupanya Allah mengilhamkan mereka untuk bertobat dan kembali ke jalan kebenaran, menyesali atas tindakan yang telah mereka lakukan terhadap nabi mereka. Mereka kemudian mengenakan pakaian kasar, memisahkan setiap induk hewan dengan anaknya, mereka kemudian berteriak kencang memanggil-manggil Allah ‘Azza wa Jalla, berdoa sepenuh hati, merendahkan hati di hadapan-Nya, semuanya menangis; para lelaki, wanita, anak-anak dan para ibu, begitu juga dengan seluruh binatang ternak dan hewan, semuanya ikut berteriak, unta betina dan anaknya melenguh, sapi betina dan anaknya melenguh, kambing dan anak-anaknya mengembik. Itulah saat-saat yang besar.

Allah kemudian melenyapkan azab dari mereka dengan daya, kekuatan, kasih sayang, dan rahmat-Nya, azab yang telah terhubung dengan sebabnya dan siap menimpa. Azab itu telah berputar-putar di atas mereka seperti malam yang gelap. Karena itu Allah berfirman, “Maka mengapa tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya," yaitu kenapa tidak ada penduduk suatu perkampungan di antara umat-umat terdahulu yang beriman secara keseluruhan. Ini menunjukkan, siksa tidak menimpa kaum Yunus, tapi seperti yang Allah sampaikan, “Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, ‘Sesungguhnya, kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya." (Saba ' : 34).

Firman-Nya, “Selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu tertentu," yaitu mereka semua beriman.

Para mufassir berbeda pendapat, apakah keimanan mereka ini berguna di akhirat, sehingga menyelamatkan mereka dari siksaan akhirat, seperti halnya menyelamatkan mereka dari siksaan dunia. Ada dua pendapat.

Secara tekstual, ya. Wallahu a’lam. Seperti yang Allah sampaikan, “Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman.” (Yunus: 98)

Allah berfirman, “Dan Kami utus dia kepada seratus ribu (orang) atau lebih, sehingga mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu tertentu" (Ash-Shaffat: 147-148). Kenikmatan yang dianugerahkan ini tidak menafikan adanya anugerah lainnya, seperti siksaan akhirat dihilangkan bagi mereka. Wallahu a’lam.

Mereka berjumlah 100.000 orang. Para mufassir berbeda pendapat, apakah lebih dari itu. Diriwayatkan dari Makhlul; lebih 10.000 orang. At-Tirmidzi, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zuhair, dari seseorang yang mendengar Abu Aliyah; Ubay bin Ka’ab bercerita kepadaku, ia bertanya kepada Rasulullah tentang firman Allah, “‘Dan Kami utus dia kepada seratus ribu (orang) atau lebih,’ beliau menjawab, ‘Lebih dari 20.000 orang.' Andai saja bukan karena adanya seorang perawi yang tidak dikenal, tentu hadits ini sudah menjadi hakim yang memutuskan perdebatan terkait masalah bilangan ini’.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas; mereka berjumlah 130.000 orang. Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas; seratus tiga puluh sekian ribu orang. Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas; seratus empat puluh sekian ribu orang. Sa’id bin Jubair mengatakan, "Mereka berjumlah 170.000.”

Para mufassir berbeda pendapat, apakah Yunus diutus kepada mereka sebelum atau setelah peristiwa ikan besar? Ataukah ada dua umat? Ada tiga pendapat, semuanya sudah dijelaskan secara tuntas dalam kitab tafsir.

Intinya, saat Yunus pergi dengan marah karena sikap kaumnya, ia naik kapal, lalu kapal terombang-ambing karena keberatan muatan, mereka nyaris tenggelam seperti yang disampaikan oleh para mufassir.

Mereka kemudian sepakat untuk membuat undian. Siapa yang undiannya keluar, dialah yang dilemparkan dari kapal untuk meringankan muatan.

Saat undian dilaksanakan, ternyata yang keluar adalah undian Nabi Yunus. Seluruh penumpang kapal tidak rela jika Nabi Yunus yang dilemparkan. Mereka kembali membuat undian, dan yang keluar juga undian Nabi Yunus. Yunus kemudian menyingsingkan lengan baju untuk terjun sendiri, namun seluruh penumpang kapal tidak menginginkan hal itu. Mereka kembali membuat undian, dan lagi-lagi undian Nabi Yunus yang keluar, karena Allah menghendaki suatu hal besar padanya.

Allah berfirman, "Dan sungguh, Yunus benar-benar termasuk salah seorang rasul, (ingatlah) ketika dia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian dia ikut diundi ternyata dia termasuk orang-orang yang kalah (dalam undian). Maka dia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.” (Ash-Shaffat: 139-142).

Saat undian Yunus keluar, ia dilemparkan ke lautan. Allah ‘Azza wa Jalla kemudian mengirim ikan besar dari lautan hijau dan langsung menelan Yunus. Allah memerintahkan ikan tersebut untuk tidak memakan daging dan tidak mematahkan tulang Yunus, karena dia bukan rezekimu. Ikan besar itu membawa Yunus berkelana ke segala penjuru lautan. Menurut salah satu pendapat, ikan besar tersebut ditelan ikan lain yang lebih besar.

Para mufassir menyebutkan, saat Yunus berada di perut ikan, ia mengira sudah mati. Ia kemudian menggerak-gerakkan tubuhnya, dan ternyata masih bisa bergerak. Ia tahu bahwa ia masih hidup, ia kemudian bersungkur sujud kepada Allah dan mengucapkan, “Ya Rabb! Aku membuat suatu masjid untuk-Mu di suatu tempat yang tak seorang pun beribadah kepada-Mu di sana (selain aku)’.”

Para mufassir berbeda pendapat seberapa lama Yunus berada di perut ikan besar. Mujahid meriwayatkan dari Asy-Sya’bi, ia mengatakan, “Yunus ditelan pada pagi hari, lalu dimuntahkan pada sore hari.” Qatadah mengatakan, “Yunus berada di sana selama tiga hari.” Ja’far Ash-Shadiq mengatakan, “Selama tujuh hari.” Pendapat ini dikuatkan oleh bait syair gubahan Umaiyah bin Abu Shalt:
Berkat karunia-Mu, Kau menyelamatkan Yunus
Ia bermalam di dalam perut ikan besar selama beberapa malam

Sa’id bin Abu Hasan dan Abu Malik mengatakan, “Yunus berada di perut ikan selama 40 hari.” Hanya Allah yang tahu berapa lama Yunus berada di dalam perut ikan besar itu.

Intinya, saat ikan besar membawa Yunus berkelana ke dasar lautan yang gelap dan menerjang gelombang, ia mendengar ikan-ikan di lautan bertasbih kepada Ar-Rahman. Bahkan ia juga mendengar tasbih pasir-pasir di lautan kepada Rabb yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan, Rabb tujuh langit, tujuh bumi, dan segala yang ada di antara keduanya, juga Rabb segala sesuatu yang ada di bawah tanah.

Saat itu, Yunus mengucapkan dengan bahasa kondisional dan kata-kata, seperti yang dikisahkan Allah Pemilik keluhuran dan kemuliaan, yang mengetahui rahasia dan bisikan, melenyapkan bahaya dan musibah, mendengar suara meski dengan frekuensi yang sangat kecil, mengetahui segala yang samar meski berukuran super mikro, memperkenankan doa meski sebesar apapun dosanya, saat berfirman dalam kitab yang Ia turunkan kepada rasul terpercaya. Allah adalah penutur paling jujur, Rabb seluruh alam, dan ilah para rasul.

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi,” menemui keluarganya "Dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, 'Tidak ada Rabb selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami kabulkan (doa) nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman’.” (Al-Anbiya': 87-88). "lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, ” yaitu ia mengira bahwa Kami tidak akan mempersulitnya.

"Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap,” Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Amr bin Maimun, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ka’ab, Hasan, Qatadah, dan Dhahhak mengatakan, "Kegelapan di dalam perut ikan besar, kegelapan laut, dan kegelapan malam.”

Salim bin Abu Ja’ad mengatakan, “Ikan besar ini ditelan ikan besar lain, hingga menumpuk menjadi kegelapan di balik perut dua ikan dan kegelapan laut.”

Firman-Nya, “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berdzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari Berbangkit,” ada yang menyatakan, maknanya; andai Yunus tidak bertasbih kepada Allah di dalam perut ikan, membaca tahlil serta tasbih, tunduk kepada Allah, bertobat dan kembali kepada-Nya, tentu ia akan tetap berada di dalamnya hingga hari kiamat. Makna ini diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dalam salah satu riwayatnya.

Yang lain menyatakan, makna “Maka sekiranya dia,” sejak ikan besar menelannya, “Tidak termasuk orang yang banyak berdzikir (bertasbih) kepada Allah, ’’ yaitu termasuk orang-orang yang taat, shalat, dan banyak berdzikir kepada Allah. Demikian disampaikan Dhahhak bin Qais, Ibnu Abbas, Abu Aliyah, Wahab bin Munabbih, Sa’id bin Jubair, Dhahhak, As Suddi, Atha' bin Sa'ib, Hasan Al-Bashri, Qatadah, dan lainnya. Pendapat ini dipilih Ibnu Jarir.

Pendapat ini dikuatkan riwayat Imam Ahmad dan sebagian pemilik kitab Sunan dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata padanya, “Hai pemuda! Sungguh, aku akan mengajarkan kalimat-kalimat kepadamu. Jagalah (perintah dan larangan) Allah, niscaya Allah menjagamu (dari hal-hal yang tidak diinginkan di dunia, dan siksa neraka di akhirat), jagalah (hak Allah) niscaya Allah menjagamu (dari hal-hal yang tidak diinginkan di dunia maupun akhirat). Kenalilah Allah (dengan beramal saleh dan menunaikan hak-Nya) kala kau senang, niscaya Ia mengenalimu saat kau susah (membantumu mengatasi kesulitan)."

Ibnu Jarir meriwayatkan dalam kitab tafsirnya, Bazzar dalam Musnad-nya, dari hadits Muhammad bin Ishaq, dari seseorang yang bercerita kepadanya, dari Abdullah bin Rafi’, bekas budak Ummu Salamah, ia berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Rasulullah menuturkan, ‘Kala Allah berkehendak untuk menahan Yunus dalam perut ikan besar, Allah mengilhamkan kepada ikan itu. Telanlah dia, jangan kau lukai dagingnya, dan jangan kau patahkan tulangnya.’ Saat ikan itu membawa Yunus ke dasar lautan, Yunus mendengar suara, ia kemudian bertanya dalam hati, ‘Suara apa ini?’

Allah kemudian mewahyukan kepadanya saat ia berada di dalam perut ikan, ‘Itu adalah (suara) tasbih hewan-hewan laut.’ Yunus bertasbih di dalam perut ikan. Para malaikat mendengar bacaan tasbihnya lalu mereka mengatakan, 'Ya Rabb! Kami mendengar suara lemah di bumi yang tidak kami ketahui di mana.’ Allah berfirman, ‘Itu (suara) hamba-Ku, Yunus. Ia durhaka kepada-Ku lalu Aku menahannya di dalam perut ikan di dalam lautan.’ Para malaikat bertanya, ‘(Apa dia) hamba saleh yang setiap siang dan malam amal salehnya diangkat naik kepadaMu?’ ‘Betul.’ Jawab Allah. Saat itu, para malaikat menjadi perantara (memohonkan ampunan) kepada-Nya. Allah kemudian memerintahkan ikan untuk melemparkan Yunus di tepi pantai, seperti yang Allah firmankan, 'Sedang dia dalam keadaan sakit’."

Demikian redaksi matan dan sanad Ibnu Jarir. Setelah itu Bazzar mengatakan, “Kami hanya mengetahui hadits dari Nabi ini melalui jalur ini dan dengan sanad ini.” Kata-kata Bazzar benar.

Ibnu Abi Hatim menuturkan dalam kitab tafsirnya; Abu Abdullah bin Abdurrahman putra saudara Wahab bercerita kepada kami, pamanku bercerita kepada kami. Abu Shakhr bercerita kepadaku, bahwa Yazid Ar-Raqqasyi berkata, “Aku mendengar Anas bin Malik mengatakan—setahuku Anas menghubungkan sanad hadits ini hingga Rasulullah ‘Saat Yunus mendapat wahyu untuk mengucapkan kalimat-kalimat ini ketika berada dalam perut ikan besar, ia mengucapkan, ‘Tidak ada Rabb selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’

Doa ini naik hingga sampai ke bawah ‘Arsy, para malaikat kemudian berkata, 'Ya Rabb! Suara lemah dan tidak asing berasal dari tempat yang tidak diketahui.’ Allah bertanya, ‘Apa kalian tidak mengenali suara itu?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ya Rabb. Siapa dia?’ Allah menjawab, ‘Hamba-Ku, Yunus.’ Para malaikat kemudian berkata, ‘Hamba-Mu Yunus yang amalannya selalu dibawa naik dan doanya selalu dikabulkan?’ Mereka juga mengatakan, ‘Ya Rabb kami! Mengapa Engkau tidak mengasihi apa yang ia lakukan pada saat lapang, sehingga Kau selamatkan dia dari musibah?’ 'Ya.’ Kata Allah. Allah kemudian memerintahkan ikan besar itu untuk memuntahkannya di daratan tandus’.”

Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Jarir dari Yunus dari Ibnu Wahab, dengan matan yang sama.

Ibnu Abi Hatim menambahkan; Abu Sakhr Hamid bin Ziyad berkata, “Ibnu Qasith kemudian memberitahukan kepadaku saat aku menyampaikan hadits ini kepadanya, bahwa ia mendengar Abu Hurairah mengatakan, ‘Yunus dimuntahkan di tanah tandus lalu Allah menumbuhkan yaqthinah untuknya.’ Kami bertanya, ‘Wahai Abu Hurairah, apa itu yaqthinah?’ Abu Hurairah menjawab, ‘Sejenis pohon labu.’ Abu Hurairah meneruskan, ‘Allah kemudian mengirim hewan sejenis kambing liar untuknya yang memakan serangga-serangga tanah. Hewan ini kemudian mengais-ngais tanah tersebut dan menyiraminya dengan susu setiap sore dan pagi, hingga menumbuhkan tanaman’.”

Umaiyah bin Abi Shalt menuturkan sebuah bait syair terkait hal ini;
Lalu pohon labu tumbuh untuknya, sebagai rahmat dari Allah
Andai bukan karena Allah, tentu ia (Yunus) kelaparan

Hadits dengan jalur di atas gharib sekali. Yazid Ar-Raqqasyi dhaif. Namun menjadi kuat karena hadits Abu Hurairah di atas. Sebaliknya, hadits Abu Hurairah juga menjadi kuat karena hadits ini. Wallahu a’lam.

Allah berfirman, “Kemudian Kami lemparkan dia ke daratan yang tandus,” yaitu tanah tandus tanpa adanya pepohonan, “Sedang dia dalam keadaan sakit,” yaitu berbadan lemas. Ibnu Mas’ud mengatakan, "Seperti anak ayam tanpa bulu.” Ibnu Abbas dan Ibnu Zaid mengatakan, “Seperti bayi saat dilahirkan, sudah begitu ia dilemparkan tanpa mengenakan apa pun.” "Kemudian untuk dia Kami tumbuhkan sebatang pohon dari jenis labu,” Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Wahab bin Munabbih, Hilal bin Yasaf, Abdullah bin Thawus, As-Suddi, Qatadah, Dhahhak, Atha Al-Khurasani Dan lainnya mengatakan, “Yaqthin adalah sejenis labu.”

Sebagian ulama menyatakan, “Di balik buah labu yang ditumbuhkan (untuk Yunus dalam kondisi lemah) terdapat banyak sekali hikmah, di antaranya; daun pohon labu sangat lembut, rindang, tidak dikerubungi lalat, buahnya bisa dimakan sejak masih kuncup hingga fase matang, bisa dimakan secara langsung ataupun dimasak terlebih dahulu, kulit dan bijinya juga bisa dimakan. Buah ini memiliki banyak manfaat, memperkuat otak, dan lainnya.”

Penuturan Abu Hurairah telah disebutkan sebelumnya, Allah menundukkan kambing untuk memberikan susunya pada Yunus dan memakan rerumputan di padang luas, setelah itu menghampiri Yunus (yang ada di tepi pantai) setiap pagi dan sore. Ini adalah rahmat, nikmat, dan kebaikan Allah untuk Yunus. Karena itu Allah berfirman, “Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan,” yaitu musibah dan kesulitan yang menimpanya, “Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman inilah yang Kami lakukan terhadap siapa pun yang berdoa dan memohon perlindungan kepada Kami."

Ibnu Jarir menuturkan, “Imran bin Bakkar Al-Kala’i bercerita kepada kami, Yahya bin Shalih bercerita kepada kami. Abu Yahya bin Abdurrahman bercerita kepada kami, Bisyr bin Manshur bercerita kepadaku, dari Ali bin Zaid, dari Sa’id bin Musayyib, ia berkata, ‘Aku mendengar Sa’ad bin Malik—bin Abi Waqqash—berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Ada sebuah nama Allah yang jika Ia diseru dengannya, Ia akan mengabulkan, dan jika diminta dengannya. Ia pasti memberi; yaitu doa Yunus bin Mata.’ Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, doa ini untuk Yunus secara khusus ataukah untuk seluruh kaum Muslimin?’

Beliau menjawab, ‘Doa itu untuk Yunus secara khusus dan untuk kaum mukminin secara umum kala mereka berdoa dengan (menyebut)nya. Bukankah kau pernah mendengar firman Allah , Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.’ Ini syarat dari Allah bagi siapa pun yang berdoa dengannya’.”

Ibnu Abi Hatim menuturkan, “Abu Sa’id Al-Asyuj bercerita kepada kami, Abu Khalid Al-Ahmar bercerita kepada kami, dari Katsir bin Zaid, dari Muttallib bin Hanthab, Abu Khalid berkata, ‘Aku mengiranya dari Mush’ab—yaitu bahwa Sa’ad meriwayatkan dari Sa’ad—ia berkata, ‘Rasulullah bersabda, ‘Siapa yang berdoa dengan doanya Yunus, (doanya) akan dikabulkan/ Abu Sa’id Al-Asyuj berkata, ‘Itulah yang dimaksud, ‘Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.’ Ini syarat dari Allah bagi siapa pun yang berdoa dengannya’.”

Kedua jalur riwayat di atas dari Sa’ad.

Riwayat ketiga dan riwayat ini lebih baik dari dua riwayat sebelumnya; Imam Ahmad menuturkan, “Isma’il bin Umair bercerita kepada kami, Yunus bin Abu Ishaq Al-Hamdani bercerita kepada kami, Ibrahim bin Muhammad bin Sa’ad bercerita kepada kami, ayahku, Muhammad, bercerita kepadaku, dari ayahnya, Sa’ad—bin Abi Waqqash—ia berkata, ‘Suatu ketika aku melintas di hadapan Utsman bin Affan di Masjid, lalu aku mengucapkan salam padanya. Utsman memelototiku tanpa menjawab salamku. Setelah itu aku menemui Umar bin Khattab, lalu aku katakan kepadanya, ‘Wahai Amirul Mukminin! Apakah terjadi sesuatu dalam Islam?’ Tidak, memangnya ada apa?’ Sahut Umar. Aku berkata, ‘Bukan apa-apa, hanya saja tadi aku melintas di hadapan Utsman di Masjid, lalu aku ucapkan salam kepadanya, ia hanya memelototiku saja tanpa menjawab salamku.’

Umar kemudian mengirim utusan untuk memanggil Utsman. (Setelah Utsman datang), Umar bertanya padanya, ‘Kenapa kau tidak menjawab salam saudaramu?’ ‘Aku tidak melakukan itu.’ Sahut Utsman. Sa’ad mengatakan, 'Ya (kau tidak menjawab salammu).’ Utsman sampai bersumpah, aku pun bersumpah. Setelah itu Utsman mengatakan, ‘Betul kalau begitu (aku tidak menjawab salam Sa’ad). Aku memohon ampun dan bertobat kepada Allah. Tadi kau melintas di hadapanku. Tadi aku sedang membisikkan suatu kalimat yang pernah aku dengar dari Rasulullah jg ke dalam jiwaku. Demi Allah, setiap kali aku mengingat kalimat ini, pandangan dan hatiku pasti tertutup oleh sesuatu.

Utsman mengatakan, ‘Aku akan memberitahukan kata-kata itu kepadamu. Suatu ketika, Rasulullah memberitahukan suatu doa kepada kami, setelah itu seorang Badui datang lalu mengalihkan perhatian beliau, setelah itu beliau pergi, aku mengikuti beliau. Saat aku merasa khawatir kalau Rasulullah sg keburu masuk rumah, aku menghentakkan kaki-ku ke tanah, lalu Rasulullah menoleh, beliau bertanya, ‘Siapa itu? Abu Ishaq?’ 'Ya, wahai Rasulullah.’ Jawabku. ‘Jangan begitu!’ Kata beliau. Aku kemudian berkata, Tidak demi Allah, tadi engkau menyebut bagian awal doa, kemudian ada seorang Badui datang hingga mengalihkan perhatianmu.’ Beliau kemudian menyampaikan, 'Ya, doa Dzun Nun kala berada di perut ikan besar, ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’ Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Rabb-nya dengan doa ini dalam (meminta) sesuatu, melainkan (doanya) pasti dikabulkan’.”

Hadits ini juga diriwayatkan At-Tirmidzi dan An-Nasa'i dari Ibrahim bin Muhammad bin Sa’ad, dengan matan yang sama.

*(source: KISAH PARA NABI, IBNU KATSIR, UMMUL QURA, 2015)

*****

3. KISAH IKAN, NABI MUSA DAN NABI KHIDIR

Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.’ Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, ‘Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’ Dia (pembantunya) menjawab, ‘Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’

Dia (Musa) berkata, ‘Itulah (tempat) yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya, ‘Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?’ Dia menjawab, ‘Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’

Dia (Musa) berkata, ‘Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.’ Dia berkata, ‘Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.’ Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, ‘Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.’ Dia berkata, ‘Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?' Dia (Musa) berkata, ‘Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.’

Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, ‘Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.’ Dia berkata, ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?’ Dia (Musa) berkata. Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.’ Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.’

Dia berkata, ‘Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya. Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orangtuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami menghendaki, sekiranya Rabb mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).

Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Rabbmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Rabbmu. Apa Yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya’.” (Al-Kahfi: 60-82).

Ubay bin Ka’ab bercerita kepadaku, ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Suatu ketika, Musa berkhotbah di hadapan Bani Israil, lalu ia ditanya, ‘Siapa manusia yang paling berilmu?’ ‘Aku.’ Jawab Musa. Allah kemudian menegur Musa karena tidak menyatakan yang paling tahu adalah Allah. Allah kemudian mewahyukan kepadanya, ‘Sungguh, aku memiliki seorang hamba di tempat pertemuan antara dua lautan, dia lebih berilmu darimu.’

Musa bertanya, 'Ya Rabb! Bagaimana aku bisa menemuinya?’ Allah menjawab, ‘Bawalah seekor ikan, dan letakkan dalam keranjang. Saat kau kehilangan ikan itu, disitulah dia berada.’ Musa kemudian mengambil seekor ikan lalu ia letakkan di dalam keranjang. Musa kemudian pergi dengan ditemani pelayannya, Yusya’ bin Nun. Saat menghampiri sebongkah batu besar, keduanya merebah kemudian tidur. Ikan yang ada dalam keranjang kemudian bergerak-gerak, keluar dari keranjang lalu jatuh ke lautan. Si ikan mengambil jalan menuju lautan. Allah menahan ikan tersebut untuk berenang jauh. Ia seperti terikat. Saat Musa bangun, pelayan Musa lupa tidak memberitahukan perihal itu padanya. Mereka meneruskan perjalanan selama sisa siang hari itu dan malam harinya.

Pada keesokan hari, Musa berkata kepada pelayannya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. ”Ibnu Abbas mengatakan, “Musa tidak merasa letih hingga melampaui tempat yang diperintahkan Allah. Pelayannya kemudian berkata, “Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali ” Ibnu Abbas mengatakan, “Si ikan berjalan menyelinap, sementara Musa dan pelayannya merasa heran karena hal itu. Musa kemudian berkata padanya, ‘Itulah (tempat) yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.’

Ibnu Abbas meneruskan, ‘Keduanya kembali meniti jejak semula hingga tiba di bongkahan batu besar itu. Di sana, ada seorang lelaki mengenakan penutup kepala. Musa kemudian menyampaikan salam kepadanya, lalu Khidir bertanya, ‘Dari mana kedamaian bisa muncul di negerimu?’ Musa memperkenalkan diri, ‘Aku Musa.’ Khidir bertanya, ‘Musa Bani Israil?' Musa menjawab, 'Ya. Aku datang padamu agar kau mengajarkan padaku apa yang diajarkan padamu (untuk menjadi) petunjuk.’ ‘Dia menjawab, ‘Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.’ Wahai Musa, sungguh, aku memiliki ilmu yang diajarkan Allah padaku yang tidak kau ketahui, dan kau memiliki yang diajarkan Allah padamu yang tidak aku ketahui.’ Musa berkata, ‘Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.’

Khidir kemudian berkata padanya, ‘Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.’ Maka berjalanlah keduanya. Berjalan menyusuri pantai, lalu ada sebuah perahu melintas, keduanya kemudian berbicara kepada para penumpang agar mengangkut keduanya. Khidir dikenali, lalu mereka mengangkut keduanya tanpa upah. Kemudian ada seekor burung layang-layang bertengger di tepi perahu, burung itu lalu meminum air laut sebanyak sekali atau dua kali.

Khidir berkata, ‘Hai Musa! Ilmuku dan ilmumu tidaklah mengurangi ilmu Allah, selain seperti air laut yang diminum burung itu.’ Khidir kemudian menghampiri salah satu papan perahu lalu ia cabut, Musa berkata: ‘Mereka sudah mau mengangkut kita tanpa upah, lalu kau melubangi perahu mereka untuk menenggelamkan seluruh penumpangnya.’ ‘Apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.’ Dia berkata, ‘Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan
mampu sabar bersamaku?’ Dia (Musa) berkata, ‘Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.’

Ibnu Abbas mengatakan, ‘Rasulullah bersabda, ‘Pertanyaan Musa yang pertama ini ia katakan karena lupa.’

Setelah itu keduanya turun dari perahu. Saat keduanya berjalan di pesisir pantai, Khidir melihat seorang anak tengah bermain bersama anak-anak lain. Khidir kemudian meraih kepalanya dari bagian atas, lalu kepalanya terlepas. Musa berkata: ‘Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.’ Dia berkata, ‘.Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?’ Ini lebih tegas dari yang pertama. ‘Dia (Musa) berkata. Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.’

‘Maka keduanya berjalan, hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu).’ yaitu miring. Khidir kemudian berdiri ‘Lalu dia menegakkannya,’ dengan tangannya, lalu Musa berkata, ‘Kita mendatangi suatu kaum, mereka tidak memberi kita makan ataupun menjamu kita. Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.' Dia berkata, ‘Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.’ sampai firman-Nya, ‘Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.’

Nabi bersabda: ‘Sungguh, kami berharap andai saja dia mau bersabar, sehingga ia (Khidir) menceritakan kepada kita tentang perihal mereka berdua’.”

Dari Sa'id bin Jubair, Ibnu Abbas menjelaskan ayat di atas tersebut dengan, “Di hadapan mereka ada yang akan merampas setiap perahu yang baik secara curang, sedangkan anak kecil yang dibunuh tadi adalah anak yang kafir, sedang kedua orangtuanya adalah orang beriman.”

‘Ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu,’ aku ingin menyembunyikan perahu ini saat melintas di hadapan raja, sehingga raja membiarkannya—tidak ia rampas—kemudian setelah raja berlalu, mereka bisa memperbaiki perahu ini kembali lalu mereka manfaatkan lagi. Sebagian di antara mereka ada yang berkata, ‘Mereka menyumpalnya dengan botol.’ Yang lain berkata, ‘Mereka menyumpalnya dengan ter/aspal.’ ‘Kedua orangtuanya mukmin,’ sementara si anak tersebut kafir, ‘Dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orangtuanya kepada kesesatan dan kekafiran,’ yaitu rasa cinta terhadap si anak akan membuat keduanya mengikuti agama si anak tersebut. ‘Kemudian kami menghendaki, sekiranya Rabb mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu,’ sebagai tanggapan atas perkataan Musa, ‘Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih,’ ‘Dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya),’ lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya) melebihi anak pertama yang dibunuh Khidir.

Firman-Nya, “Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu,” As-Suhaili mengatakan, "Kedua anak yatim itu adalah Ashram dan Shuraim, anak Kasyih. "Yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua,” menurut salah satu pendapat, harta tersebut berupa emas, seperti yang disampaikan Ikrimah. Yang lain menyebut ilmu, seperti yang dikatakan Ibnu Abbas. Mungkin lebih tepatnya, harta tersebut berupa lauh emas bertuliskan ilmu. Al-Bazzar menuturkan, “Ibrahim bin Sa’id Al-Jauhari bercerita kepada kami, Bisyr bin Mundzir bercerita kepada kami, Harits bin Abdullah Al-Yahshabi bercerita kepada kami, dari Iyasy bin Abbas Al-Ghassani, dari Ibnu Hujairah, dari Abu Dzar, ia menghubungkan sanad hadits ini hingga Rasulullah (marfu’), ia menuturkan, ‘Harta simpanan yang disebut Allah dalam kitab-Nya adalah lauh dari emas tak berlubang berisi tulisan; aku heran dengan orang yang meyakini takdir, bagaimana ia bisa lelah? Aku heran dengan orang yang mengingat neraka, kenapa ia tertawa? Aku heran dengan orang yang mengingat kematian, bagaimana ia bisa lalai? Tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain Allah, Muhammad utusan Allah’.”

Firman-Nya, "Dan ayahnya seorang yang saleh” menurut salah satu pendapat, ia adalah ayah ketujuh. Yang lain menyebut, ayah kesepuluh. Mengacu pada perkiraan mana pun, ayat ini menunjukkan bahwa keturunan orang saleh pasti dijaga. Allah jua tempat kita semua memohon pertolongan.

*(source: KISAH PARA NABI, IBNU KATSIR, UMMUL QURA, 2015, hal. 611-616)

*****


FAKTA ILMIAH :

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak (jv, bjn), jukut (vkt).

Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inch). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai "ikan", seperti paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.

Sampai saat ini, ikan pada umumnya dikonsumsi langsung. Upaya pengolahan belum banyak dilakukan kecuali ikan asin. Ikan dapat diolah menjadi berbagai produk seperti ikan kering, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, ikan asin, kemplang, bakso ikan dan tepung darah ikan sebagai pupuk tanaman dan pakan ikan.

Klasifikasi

Ikan adalah kelompok parafiletik yang berarti, setiap kelas yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Atas dasar ini, pengelompokan seperti Kelas Pisces, seperti pada masa lalu, tidak layak digunakan lagi.

Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut sebagai ikan:
  Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
  Kelas Thelodonti
  Kelas Anaspida
  (tidak berstatus) Cephalaspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
  (tidak berstatus) Hyperoartia
  Petromyzontidae (lamprey)
  Kelas Galeaspida
  Kelas Pituriaspida
  Kelas Osteostraci
  Infrafilum Gnathostomata (vertebrata bermulut besar)
  Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah)
  Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari)
  Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah)
  Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati: mencakup hampir semua ikan penting masa kini)
  Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas)
  Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping)
  Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth)
  Subkelas Dipnoi (ikan paru)

Ekologi ikan

Ikan dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan air hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan air. Namun, danau yang terlalu asin seperti Great Salt Lake tidak bisa menghidupi ikan. Ada beberapa spesies ikan dibudidayakan dan dipelihara untuk hiasan dalam akuarium, kita kenal sebagai ikan hias.

Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan. Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olahraga pancing sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan seluruh dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton pertahun.

Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan penangkapan ikan secara berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan. Pada tanggal 15 Mei 2003, jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang berukuran besar telah ditangkap berlebihan secara sistematis hingga jumlahnya kurang dari 10% jumlah yang ada pada tahun 1950. Penulis artikel pada jurnal tersebut menyarankan pengurangan penangkapan ikan secara drastis dan reservasi habitat laut di seluruh dunia.

Kandungan Gizi

Kandungan Ikan kaya akan manfaat karena merupakan sumber protein bagi tubuh. Selain itu ternyata ikan juga mengandung berbagai zat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan zat gizi yang terdapat pada ikan segar dan manfaatnya antara lain:
  Omega 3, untuk proses perkembangan otak pada janin dan penting untuk perkembangan fungsi syaraf dan penglihatan bayi.
  Mengandung serat protein yang pendek sehingga mudah di cerna
  Kaya akan asam amino seperti taurin untuk merangsang pertumbuhan sel otak balita.
  Vitamin A dalam minyak hati ikan untuk mencegah kebutaan pada anak
  Vitamin D dalam daging dan minyak hati ikan untuk pertumbuhan dan kekuatan tulang
  Vitamin B6 untuk membantu metabolisme asam amino dan lemak serta mencegah anemia dan kerusakan syaraf
  Vitamin B12 untuk pembentukan sel darah merah, membantu metabolisme lemak, dan melindungi jantung juga kerusakan syaraf
  Zat besi yang mudah di serap oleh tubuh
  Yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok dan hambatan pertumbuhan anak
  Selenium untuk membantu metabolisme tubuh dan sebagian anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas
  Seng yang membantu kerja enzim dan hormon
  Fluor yang berperan dalam meguatkan dan menyehatkan gigi anak

Kandungan ikan kaya akan manfaat akan lebih optimal jika dalam bentuk daging ikan segar sehingga kandungan gizi dalam ikan tetap untuk mendapatkan kandungan ikan yang kaya akan manfaat.

*****


DIALOG IMAN :

(Lihat Majalah BILAL edisi 7)

IKAN

Ikan merupakan hewan bertulang belakang atau vertebrata. Hewan ini memiliki ukuran tubuh yang beragam. Ada yang berukuran besar seperti hiu. Ikan Hiu memiliki panjang sekitar 14 meter. Ada juga ikan dengan ukuran kecil seperti ikan teri. Ikan mungil ini memiliki panjang tidak lebih dari 5 sentimeter.
Maha Besar Allah, yang telah menciptakan ikan dengan spesies yang sangat banyak. Menurut penelitian, terdapat lebih dari 27.000 spesies ikan yang tersebar di seluruh dunia. Masya Allah.

Allah Ta’ala menciptakan ikan untuk hidup di air. Allah memberinya insang sebagai alat pernapasan untuknya. Dengan insang, ikan bisa bernapas di air namun tidak bisa hidup di daratan.

Lalu bagaimanakah cara ikan berkembang biak? Ikan memperbanyak dirinya dengan cara bertelur atau ovipar. Namun berbeda dengan ikan hiu. Ikan besar ini berkembang biak dengan cara ovovivipar. Ovovivipar yaitu cara perkembangbiakan dengan bertelur. Telur kemudian dierami di oviduk dalam tubuh induknya sampai menetas. Setelah menetas, anaknya keluar dari tubuh induknya.

Teman-teman, mari kita simak bagaimana Sang Pencipta setiap makhluk, berpesan kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur." (An-Nahl: 14)

Pada ayat di atas Allah Ta’ala menyampaikan, bahwa di dalam laut telah disiapkan ikan yang segar. Kita bisa mengambil banyak manfaat darinya. Daging segar dari ikan bisa menjadi makanan yang lezat dan bergizi. Berbeda dengan sapi ataupun ayam, daging ikan bisa langsung disantap tanpa harus disembelih terlebih dahulu.

Pada daerah wisata di pinggir pantai, menu masakan dari ikan biasanya menjadi favorit pengunjung. Mereka akan merasakan daging ikan yang lezat dan segar karena baru ditangkap oleh nelayan sekitar. Masya Allah, tidak hanya menjadi lauk
sebagai teman nasi, ikan juga bisa diolah menjadi variasi makanan lain seperti pempek, baso, kerupuk ikan, otak-otak, dan lain-lain.

Allah Yang Maha Penyayang telah menciptakan hewan air ini dengan kaya manfaat. Tahukah teman-teman nutrisi apa saja yang terkandung pada ikan? Ikan mengandung omega-3 yang tinggi. Omega-3 merupakan asam lemak essensial. Kandungan nutrisi ini dapat menjaga kesehatan dan perkembangan otak kita. Selain itu juga dapat menguatkan otot dan tulang kita. Masya Allah.

Omega-3 yang tinggi salah satunya ada pada ikan kembung. Jadi teman-teman jangan ragu untuk menyantapnya, jika ikan ini menjadi menu masakan yang
disiapkan bunda di rumah, ya.

Ikan juga kaya akan asam amino. Ini bermanfaat untuk merangsang pertumbuhan sel otak balita. Kemudian vitamin A, D, B 6, B12, dan masih banyak kandungan nutrisi lainnya yang sangat bermanfaat untuk tubuh kita.

]Ikan juga bisa menjadi hiasan di rumah. Jenis ikan ini biasanya disebut ikan hias. Ikan dimasukkan ke dalam akuarium yang disimpan di suatu ruangan rumah kita. Atau bisa juga dipelihara di dalam kolam ikan di halaman rumah.

Teman-teman, ikan adalah salah satu karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kita. Tugas kita adalah menjaga kelestariannya. Menjaga agar air tidak tercemar. Air yang tercemar dapat mengakibatkan makhluk hidup yang ada di dalamnya mati.

Allah ta’ala berfirman, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (Ar Rum; 41)

*****




Send a Message

Sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magnais.